Minggu, 09 September 2012

bulan, cepat laksanakan!


Surat Keputusan Cinta

Bagi segenap hati yang direnggut rindu
Kini aku memutuskan dan menetapkan
Tentang segala hal yang berkenaan dengan cinta
Tentang raga yang tak dapat dipisah
Tentang asa yang tak dapat kubendung
Relakanlah aku merituskan segala yang membuat gundah

Bismillahirrahmanirrahim
Kami sebagai penghuni kerinduan
Di negeri ini setelah:

Menimbang
Bahwa deni cinta di segenap jiwa
Aku rela terluka dan tersiksa
Sebab tidak ada sesuatu lebih mulia di hadapanku
Kecuali terluka mempertahnkanmu

Mengingat
Hari-hari terlampaui
;sesepoi angin waktu pagi
Seindah langit malam hari
Engaku meminta puisi sebagai mahar tekateki

Memperhatikan
Sejauh mana kita melangkah
Sesabar apa kita menghadapi cobaan
Dalam sejarah

Menetapkan
Memutuskan:
Aku rela mati di pangkuanmu
Demi cinta yang kubawa
;terikrarka seluruhnya
Dan surat keputusan ini tidak dapat diganggu gugat
Kecuali tuhan berkehendak lain
Jika ada kekeliruan akan diperbaiki di lain waktu

Ditetapkan: di suraga kerinduan
Pada tgl: keabadian

Ttd
Imam j. Larat
”sebagai penanggung jawab”

Malang 2011



Maka Sebutlah Aku…..

Seharusnya malam bila tidak ingin siang
Sebab kedua-duanya adalah nikmat yang terluka
Sangaja diampar dalam kemasan tidak sia-sia

Seharusnya sepi bila tidak ingin ramai
Karena kesepian akan membawa kita pada khayalan
Dan keramaian terus menyibukkan langkah

Seharusnya aku adalah pengembara yang kehilangan arah  di hutan belantara
Untuk mencari sekelompok kata kujadikan bahasa
lalu kutelusuri bukit-bukit : ada pohon-pohon tumbuh
Kunaiki batangnya
Kukelupas kulitnya
Kupetik daunnya
Kumakan buahnya
Kubawa pulang bunganya
Dan kupatahkan ranting-rantingnya
Ada maut disana terus mengintai dan memburu

Aku terbang lagi ke angkasa
Mencari kawanan burung kesasar tertimpa kabut riuh
Lalu turun ke bumi mencari jati diri

Maka sebutlah aku angin
Yang menerbangkan segala benda-benda
Baik di langit jauh maupun di tanah-tanah

Hinggap di satu daun pindah ke daun lain
Menepi ke kutub utara kembali ke kutub selatan
Mencari sarang
Menemukan sarang
Menahlukkan penghuninya

Maka sebutlah aku batu
Beku di sungai-sungai
Bertaburan di pasir-pasir
Terselam di laut-laut menggaramkan ikan-ikan

Maka ketahuilah  kau
Maka mengertilah kau
Maka renungkanlah kau
Bahwa aku tidak bisa berbuat apa-apa
Kecuali menunggu dan menunnggu untuk kesekian kalinya

Maka sebutlah aku air
Keluar dari sumber-sumber tanah
Mengalir ke danau-danau
Menghanyutkan sampah-sampah berkeliaran musim hujan

Tanpa tujuan pasti semua tetap seperti sediakala
Mengalir mengikuti arah jalan yang telah digariskan sebagai takdir Tuhan yang telah ditentukan  segalanya

Dan yang terkhir
Sebutlah aku penakhluk kata
Turun dari dunia kihayal menuju dunia nyata
Sekedar janjiku pada hati sebelum pergi
Mencipta puisi sebagai hadiah pada kekasih

:sebab telah kututup angin
Telah kututup batu
Telah kututup air
Meski di luar, hari terus berenang menyelesaikan petang yang terluka
Menidurkan bara-bara perjalanan di akhir senja

Lubangsa 2011
Wasiat Kesunyian

Tidurlah, Non
Hari sudah malam
Sebentar lagi hujan akan datang mencumbui tanah dengan mesrah
Karena mendung tiba-tiba berarak dari arah kiblat
:dari pagi hingga sore meremah sunyi

Kita sudahi saja persulangan ini
Sebagai rasa nikmat berulang kali
Atas kepulangan malam pada kampungnya
Yaitu :yang dinamakan kesepian

Barang kali tak ada sisa siang menghantui
Sebab malam adalah malam
Pun juga sebagai jalan pulang menuju rumah bahasa
Selebihnya terbuang pada siang

Kalau engkau berlama-lama di luar
Angin riuh akan membasmikan senyummu
Serta menerbangkan rambutmu menepi ke semak-semak blukar
Menjadi rumah di sana
Sebagai wasiat dari kesepian
Untuk hanya singgah

Lubangsa 2011


Rahasia Apakah Yang Aku Simpan?
                             :sedih +31

Oh, sedih!
Betapa perih luka menyanjung di ranjang
Selalu pulang ke rumah tidak mengetuk pintu
Datang tanpa salam
Pulang tanpa kalam

Keberadaanmu hanya bisa dirasakan
Tidak tahu, seperti apakah kau?

Langit, bukan
Bumi, bukan
Uang, bukan
Air, bukan
Gunung, bukan
Darah, bukan
Lalu mengapa harus dinamai kau, ya sedih!
Kalau tidak bisa dilihat
Kalau tidak bisa ditatap
Kalau tidak bisa didengar
Kalau tidak bisa diraba
Hanya dapat dirasakan perihnya

Oh, sedih!
Adakah nama lain selainmu?
Jika ada persembahkanlah kepadaku untuk mengenalmu lebih jauh
Perkecualian 1000 orang hanya 1 orang
Yaitu :aku yang dinamakan keterbatasan

Lubangsa 2010


Kembala Air Mata

Angin malam-malam telah menuturkan kembala air mata
Pada almanak yang tanggal di bukit-bukit paling  jauh
Aku bergegas memilin kisah tertinggal
Membekaskan angin risau jatuh ke otak dalam-dalam

Seusai kisah ini hujan datang tiba-tiba
Mengguyur badan, kedinginan
Mata-mata sembab terjebak dalam kemurungan
Menebarkan lamunan panjang
Sepanjang musim hujan waktu ini

Dan mengapa harus wajahmu
Yang harus menuturkan rindu dan air mata
Seusai hujan datang malam-malam ke haribaan

Lubangsa 2011


 Aku Juga Ingin Seperti Puisi

Aku juga ingin seperti puisi
Terbang ke mana-mana mengelilingi Dunia
Hingga sampai ke majusi
;hidup dengan diri sendiri
Dicipta tanpa letih

Imajinasi
Penyejuk hati
Berangan dalam diri
:kusebut puisi

Aku juga ingin seperti puisi
Di mana-mana ada yang mengenangnya
Sepanjang waktu
Sepanjang kisah antara hidup dan maut
Memosiumkan ilusi

Dicipta untuk lebih berarti
Maha kata dari selaut kata
:kusebut puisi

Puisi ada dimana-mana
Namun tidak ke mana-mana
Di langit ada puisi
Di bumi ada puisi
Di udara ada puisi
Di tumbuh-tumbuhan ada puisi
Di hewan-hewan ada puisi
Apalagi di manusia,
Tambah lebih banyak puisi
:satu kata, segudang arti

Aku juga ingin seperti puisi
Hidup selalu diperbarui
Setiap hari dan lebih berarti

Malang 2011


 DOL PIN BO
Dolpinbo,
Apabila dunia kurumuskan menjadi angka-angka
Maka tafsirannya sangatlah tidak mudah
Seperti halnya perkalian dan pembagian
Apalagi perpangkatan

Tidak salah penghuninya sama-sama panik
Terasa gila
:doktrin finasial jadi pijakan
Bahkan sebagai rumusan masalah paling besar

Dolpinbo,
Apbila dunia kurumuskan menjadi qiyas
Maka yang lahir hanyalah majaz
Keseharian kita hanya melawak
Menghibur para tetangga dan raja-raja
Bagai kisah Abu Nawas

Hidup remang-remang
Tidak ada jaminan ekonomi
Namun banyak yang menghuni
Meski hanya memperoleh sesuap nasi

Dolpinbo,
Apabila dunia kurumuskan menjadi cinta
Maka yang lahir adalah orang-orang yang bijaksana
Perebutan-perebutan akan musanah
Tanpa harus memaksimalkan program kerja
Rindu menyatu jadi Satu
Lalu tercipta dunia baru

Kira-kira seperti apakah yang diinginkan
Oleh Indonesia?
Banuaju 2012


Bulan, cepat laksanakan!

Kuberitahu,
Bulan, cepat laksanakan!
Sebentar lagi kau akan tidur berselimut sepi
Berbantal bintang
Berselimut kabut
Selain kata reindu, apalagi yang membuatmu terbangun
Hanya malamkah membuatmu terjaga?

Sebelum pulang
Hantarkan salam pada kekasihku
Bacakan dia ayat-ayat suci penyejuk hati
Dzikirkan dia rindu
Yakinkan,
Bahwa hanya aku lelaki paling setia
Datang dari negeri hampa
Hanmya kata, bahasa yang dapat kuberikan kepadanya
Dan puisi sebagai laut ilusi

Bulan, cepat laksanakan!
Sebentar lagi hari-harimu akan berakhir
Lalu datang kembali di hari-hari nanti
Menjangkaumu tak terbatas
Meski dekat pandang ke atas

Buih-buih suara silih berganti
Semoga engkau dapat mengerti

Lalu kuberi nama kau,  “Bulan Batang-Batang”
Banuaju 2012


KESIBUKAN
Aku sibuk di luar
Engkau sibuk di dalam
Kita sama-sam sibuk membawaaa kegelisahan

Angin masuk
Udara keluar
Apakah ada perbedaan?
Mlang 2011



 Menghuni Senja

Kuceritakan kepadamu tentang senja
Yang mengintip sembunyi-sembunyi
Menuturkan kembara di permulaan siang
Lalu hanya  menatapmu
Membuat segalanya menjadi berubah

06.00
Burung-burung telah berhijrah dari sarangnya
Menyusuri angin yang kabur lewat jendela
Juga orang-orang yang tutup mata
Telah sempurna menawar ranjang dengan terbuka
Begitupun aku telah lama menghuni subuh
Untuk kutemukan kesiur rambutmu tergerai
Pada jelajah ruang dan jendela lusuh
:tempat lama buat bersua

07.00
Kini pagi telah sempurna memunculkan matahari
Membenamkan malam, mengubur sunyi
Atas ritus keramaian musim siang

Aku beranjak dari kata-kata
Merampungkan puisi
Yang sebentar lagi akan kubacakan di depanmu
Takut suatu saat nanti harga majazku akan mati
Dan hanya kepadamu semuanya tetap tidak berhenti
:membaca dan menulis melebihi perkasa bumi

08.00
Sementara waktu, ataprumahku yang bocor
Sudah tampak jelas kelihatan
Sebab panas ganas menyengat
Menuturkan penglihatan
Namun hatimu masih tak dapat kucuri
Daripermulaan subuh hingga senja meremah langit, lalu matahari

Apakah nanti aku menguburmu dalam rakaat satu-satu
Setelah ahir pekan sore berganti

Lubangsa 2011



 IBADAH KESUNYIAN

Jangan sampai ada yang meneteskan air mata
Dalam sujud yang kubawaa dengan disafroma kerinduan
Sehelai sorban yang pernah kau kalungkan pada ilalang
Terhempas semai angin

Aku terhenyak pada lantunan dzikir para sufi
Kucoba intip di balik dinding indah jilbabmu
Bau misik yang tempo dulu kau pakai
Kini masih menyeruap di sela-sela hidung
Takhbirotul ihramku
Perasaan kalut yang membeku menuntunku sampai
Tasyahud akhir hatimu
Senyap malam lalu lalang menyergapi bisikan angin
Mengurai sunyi kefakuman lelah bibirku.

 Lubangsa 2009


 Piring Telah Pecah

piring telah pecah
kukemas lagi dalam ingatan
sesegera kilat menyambar kala hujan
serta kubungkus dalam plastik ke kanakan
dan kuikat kelalui ke tangkasan

piring telah pecah
bertaburan ke dalam mimpi kahfi
di sana aku mencoba menyelaminya
bersama ruhmu kuikat ke otak
sepanjang perjalanan liku-liku
berkabung ke mana-mana

piring telah pecah
secepat angin aku memilihnya
biar tidak ada luka
terus mengeja kata

di salah satunya
aku temukan hatimu membelah parah
dari deretan piring yang telah pecah

guluk-guluk 2010



Raka’at Batal Satu-Satu

yang terlupa di rambutmu adalah gerimis
yang terluka di tubuhmu adalah tangis

malam-malam begini terasa sepi tanpa nyawa
hanya raka’at batal satu-satu
seperti pelayaranku yang gagal sampai ke dermaga
:menemuimu di pasir-pasir;
   Cemara-cemara
         Liukan-liukan air
            Lorong-lorong setapak
              Taman-taman berbunga
                Bukit-bukit gunung
                   Kuil-kuil tumbang
Serta rumah-rumah di tempatmu bersandang memulaskan mimpi

Karena perjalananku tak sampai usai di malam ini yang begitu sepi
Sebab ada peristiwa
Sebab ada luka
Sebab ada maut
Sebab ada raka’atku yang batal satu-satu

Maka kuucapkan selamat malam untukmu
:untuk berimajinasi
Dari kata hingga puisi
Karena kata-kata adalah makhluk mati yang hidup kembali dari tangkainya

Lubnagsa 2011


 Anggur Malam Pertama

Begitupun aku telah mabuk
Dalam segelas anggur suguhanmu  waktu itu
:pada malam pertama di ranjang kamar pengantin baru

Tutup pintu rapat-rapat
Takut ada angin nyasar masuk lewat celah-celah
Hingga akan mengusik perbincangan
Menggagalkan percintaan kita

Lalu matikan lampunya
Jam sudah pukul 11.30
Rasanya sudah terlalu malam
Karena tamu-tamu mulai sejak tadi sudah pulang
Membawa senyum dalam kegembiraan

Malam ini engkau mulai pintar menari
Seperti wayang dalam layar televisi
Memabukkan segala saraf-saraf yang terus menjalar di sekujur tubuh
Akupun kaku di atas seprei ukuran 2 meter
Harus menunggumu selama 1 jam

Oh, tarinya menanam rumput di ladang-ladang gersang
Yang akan kuarit berulang-ulang
Untuk membuat makan rindu
Pada peluk setengah pingsan
Padamu segalanya aku pulang
Menentramkan malam-malam
;gelisah-gelisah ingatan

Tarrr….!!!, Gelas telah kujatuhkan
Seteguk demi seteguk anggur telah kuhabiskan dalam sekejab
Kudeteksi senyummu
:Ihwal purnama keratan bibir zulaikha, merah merekah
Kalau kukecup, sebulan masih dirasakan hangatnya
Membuat bayang-bayang serupa layang-layang di mata

Dan ke esokan harinya kita mabuk bersama-sama
Setelah saling menuangkan anggur
Lalu meneguknya setengah gelas dengan gairah
Yang engkau dapat dari perempuan tua waktu kepasar ingin berbelanja

Dan layaknya kita sebagai sepasang pecandu
Yang mengeram di dalam rumah

Lubangsa 2011



 Surat Cinta Buat Rayon Addakhil

Ada sejarah disini, Ji
Yang luka-luka habis tuntas dikoreki
Lebih bergetar dari pada tsunami
Diiringi suara mikrofon dalam diri

Seperti halnya siang
;peraduan tak tuntas diselenggarakan
Sebelum bunyi kucing mengeong
;ngeong……
Sebelum suara harimau menggonggong
;Huhhhkkkkk…
Sebelum koak elang bersahutan
;Koak…..
Sebelum purnama berubah riak jadi gerhana
Sebelum tgl 28 Desember 2010

Banyak kegelisahan-kegelisahan panjang
Meriwayatkan segumpal darah
Serta desah nafas
Desah jantung
Desah nadi
Desah kaki
Bercampur jadi satu
Lebur jadi Satu
:Rayon Addakhil PMII Country UNITRI

Aku menamakannya sejarah, Ji!
Dimana tangan kepercayaan tuhan menuliskannya
Beserta aku yang gila akan pena
Untuk menamakanmu sebagai hadiah
:Petualang penuh juang

Ibarat wadah
Akulah hujan yang segera ingin tumpah
Mengisimu dalam kegelisahan-kegelisahan itu

Dimanakah kau, Ji?
Beserta sahabat-sahabat lainnya
Disini, anak asuhmu lagi membacakan puisi
Ingin meruahkan kegalauan hati

Hari ini aku ingin lebih berarti
Tidak hanya janji-janji mati
esok hari aku mati
Lalu kau membangunkannya kembali

Berharap semoga Tuhan memberkati
Amien ya robbal alamin….

Malang
17 januari 2012



 MALANG

Selamat malam malang
Kini kita telah berjumpa sedemikian rupa
Mengadu nasib di lokasi kota
Dalam suasana hiruk pikuk cuaca

Kuharap engkau baik-baik saja seperti sediakala
Menemaniku dalam keramaian
Agar tidak ada penghalang merumuskan kata  yang kupuja dari desa

Serta kedatanganku malam ini
Sebagai laki-laki perkasa
Untuk melamarmu menjadi teman tanpa canda-canda
Meski maut di depanku berdatangan
Ingin mencabut nyawa kita   untuk persulangan antara darah dan rasa

Jika engkau masih belum siap dengan kedatanganku
Maka tanamlah nama tuhan dalam hrambutmu
Dalam dahimu
Dalam alismu
 Dalam matamu
Dalam bibirmu
Dalam hatimu
Dalam kakimu
Dalam ragamu
Dalam semuua anggota tubuhmu
Maka kita akan mengenal dan menyatu
Sebab raga kita satu walau masih jauh

Malang 2011



Laut Ilusi

Laut,
Sampaikan salamku pada gelombang
Yang dulu telah meronta-ronta rambutmu
Hingga digiring ketepian
Lalu aku meerakit pecahan-pecahan pasir
Sambil lalu menunggui angin untuk menerbangkannya

Kala ini
Aku tidak dapat menemuinya
Dalam keadaan serba berantakan
Sebab Ibuku di rumah merapalkan mantera-mantera
Yang sebentar lagi kukirimkan pada Alam
Agar tubuhku tak jadi buronan
:baik ilusi sunyi, sepi atau gelombang

Laut,
Coba bisikkan pada perahu-perahu jalanan
Bahwa hari ini tidak ada satu orangpun akan menyebrang
Kecuali angin berkabung serta hujan
Menetaskan tempatmu berjuang
Dan kabarkan pada ikan-ikan
Bahwa aku menunggunya didalam kamar

”besok aku engkaupun jadi batu dan debu”

Malang 2011



 Menjelma

Angin jelma perempuan
Sunyi jelma perempuan
Sepi jelma perempuan
Sepi jelma perempuan
Fikiran jelma perempuan
Keadaan jelma perempuan
:akupun jadi budak

Malang 2011



Perempuanku

O, perempuanku
Ternyata kita harus berpisah jarak
Sebelum maut memenggal leherku di bibirmu
Ada isyarat
Bahwa hujan akan datang di musim kemarau
Selebihnya badai

Jika malam ini hujan tak turun
Menerpa rambutmu semakin berderai
Maka bunuhlah aku dengan khayalmu
Sebab mati bagiku lebih berarti
Dari pada membayang maut terlebih dahulu

Selain pasrah apalagi yang dapat kuperbuat
Untuk merasakannya?

Luka memang hadiah untukku
Dan perih salah satu dampaknya

O, perempuanku
Jika engkau mau
Bunuhlah dengan rindu
Untuk menggagalkan semuanya

Malang 2011



 Cukup Satu Kenangan Kita

Kutikam-tikam dinding itu, perempuanku
Biar remuk
Biar hancur jadi debu
Kuisyaratkan pada badai
Pada angin
Pada sunami
Pada yang dinamakan kegelisahan
Agar membantu memecahkannya

Cukup satu kenangan kita
Lainnya dusta

Kemarilah mendekat lekat, perempuanku
Kutunjuk kau sebagai ratu sejagat
Lalu kukirim segala kerinduan kepadamu
Sebagai penyampai resah-resahku
Lalu kuperlihatkan gubuk itu: kenangan kita
Yang masih saja kokoh menantang jaman
Yang di dalamnya bertuliskan darah
Dalam cangkir-cangkir berlian

Maka tidak ada tempat paling bersejarah selainnya
Cukup satu kenangan kita
Lainnya dusta

Malang 2011


Pernyataan IV

Semakin tua umurku
Semakin saja menggila rinduku

Semakin menggila rinduku
Semakin saja mati harapanku
:tetawa,
              Laknat!

Malang 2012



 Kumbang-Kumbang Malam

Dia kumabang-kumbang malam
Mengitari kesepianku
Merayu angin sedang mmerajut mimpi
Untuk dipersembahkan
Sebagai ritus atas pujanya ke kau lalu aku

Dia rindu setinggi gunung
Ingin memelukku di bawah kesadaran
;Setengah mabuk
Setengah pingsan
Setengah miring
Setengah tegak
Setengah marah
Setengah tersenyum
Setengah yang membuatnya menjadi gila
Sambil membawa 1001 anak panah, sanapan dan arak tuban
Lantas merakit tujuan di benaknya

Dia kumbang-kumbang malam
Muka merah pucat
Bercampur jadi satu
Membawa dendam dan amarah
Mula-mula ingin memelukku jadi menusukku
Bukan mencari bunga di kepalaku
Tapi mencari darah di leherku

Hampir aku sudah lupa
Bahwa sebenarnya dia adalah kekasihku

Malang 2011


Aku Ceritakan Langit Mendung

Aku ceritakan langit mendung
;hujan melemparkan tubuhnya
Dimana ikan-ikan bertepuk tangan dan bersiul
Mengharap garam lebih tawar dari sebelumnya
Sebab tidak ada sesuatu yang lebih mengesankan
Kecuali perubahan

Angin memuntahkan kesiur gelombang
Bertanda nelayan hari ini tidak dapat berlayar

Aku ceritakan langit mendung
;hujan melemparkan tubuhnya
Diman burung-burung mendengkur dingin
Serta berkelepak bugil
Loncat dari satu ranting ke ranting lain

Setelah kupahami betul
Ternyata rinduku juga berderap gigil
Kala musim hujan tidak ada ruang kesempatan sisa sampai kealamat rumahmu
Telah tersangkut atau kedinginan dalam diri
Atau bahkan ada cuaca lain selain musim-musim ini

Ternyata mendung sebuah alamat
Bahwa rinduku akan berakhir
Dan menumbuhkannya di musim-musim lain

Malang 2011




 Sekarang Aku Sudah Belajar Menghargai Kata

Sekarang aku sudah belajar menghargai kata
Demi cinta dan usia
Hidup di kelilingi rasa curiga
Apakah disana ada kalimat yang dapat kujadikan rahasia
Sebagai penghuni sekaligus pengisi lowongan waktu

Biar sedetikpun aku tetap menemuinya
Lalu mencatatnya dalam pertemuan
Untuk imbalan sehabis pulang
”kata bagi bahasa
Apalah guna rindu bagi yang tabu”

Sekarang aku sudah belajar menghargai kata
Telah kutekadkan menjadi budak bahasa
Selama masih ada nadi yang tersisa

Malang 2011



 Di Tanah Kita

Di tanah ini aku merebah
Denagn bara dan tangisan histeris
Seperti jeritan aceh tempo dulu
Sebagaiman telah kuceritakan dalam waktu
Selama getar tak berubah diam
Tetap kusebut kau sebagai kenangan

Beribu kenangan telah tumpah di tanah ini
Sambil lalu sejarah mengingatkannya kembali
Tanpa harus dicari ke moseum kota
Hanya sekedar memastikan
Apakah keberadaan kita termasuk sejarah bagi masa depan

Malam Ibu
Selalu tak henti-henti kudzikirkan rindu keharibaanmu
Sepanjang malam
Sepanjang usia
Sepanjang senja menjemputku tiba-tiba
:dusta bagiku luka
Maka kenanglah bahwa hanya aku
Yang masih saja melekat dalam hatimu
Meski kita jauh
Tapi hati kita tetap satu

Di malam-malam begini
Hanya sajakku yang terus mengalir tanpa henti
Tanpa batas
Tanpa harga diri
Sepi saja sebagai pelipur hati

Jika saja masih ada waktu menunggu bertemu
Kan kunobatkan kau sebagai ratu dari maha ratu
Karena tidak ada kalimat lain yang pantas lagi menuliskannya
Kecuali kau pahlawanku
Dan tidurlah dengan tenang
Esok hari aku benar-benar datang
:aku tak lagi berdusta

Malang 2011




 Purnama Kesekian

Purnama kesekian
Menyaksikan pertemuan kita
Pada sepi penusuk malam


kini bulan keguguran dari tempatnya
jatuh ke tanah dan lantai-lantai pepohonan
menyebrangi reranting yang baru tumbuh
di sana dia rebah
sekedar singgah
menyalami sampah kedinginan

jangkrik-jangkrik mengintip di balik dadar
sambil tubuhnya telanjang bugil
menawar pekat dingin dini waktu

sekian lama
aku tetap adu tatap
Tubuhmu menggelinjang
Membut semesta jagad
Dan engkau tak pernah tahu
Bahwa aku telah memburumu berkali-kali

Guluk-guluk 2010



 Lersina

Lersina,
Di negeri ini aku singgah
Menuntut usia semakin menua
Dilempari geletar
Dicambuki kegelisahan

Dimana waktu telah memenggalku
Dalam kurun musim menggulung rindu
Hanya aku pengemis kata
Yang tak pernah lelah menulis
Demi harga diri bangsa
Meski di luar
Banyak perang politik tanpa ada ujungnya

Lersina,
Negeri tetaplah negeri
Setiap hari dicubiti
Sebentar lagi akan bunuh diri
Sebab kejadian-kejadian ngeri tanpa henti
Begitupun aku telah lama dihuni sedih
Lebih mengenaskan dari pada sakit hati

Bagiku ruang adalah ruang
Waktu adalah masa lalu dan masa depan
Lalu apakah semua penghuni ini semuanya pingsan?

Malang 2012



 Aku Malam Engkaupun Siang

Aku malam engkaupun siang
Sengaja tercipta untuk saling ketergantungan
Menari sampai akhir masa
Bila ada gelap, terangpun akan segera menjemputnya
Dengan lapang dada

Kita hati satu dimensi
Terus setia menghuni sepi

Aku malam engkaupun siang
Sengaja terbentuk dalam rahim alam
Hujan datang
Angin puyuh bertandang
Laut saling kecup bertemu
Pembantaian dan pemberontakan pulang bertamu
Kita masih sabar saling meramu

Lubangsa 2011