SEPIKU YANG KESEKIAN
(mengingat
ketidak pulangan Hoyrotus Zaidah
dalam detak jam
weker di badan sendiri
pada gubuk
kecil Nasy’atul Mutaallimin)
Sehabis jalan-jalan di musin hujan
Ke kampung halamanku yang tertelan
badai
Seberkas kaset perekam bara purnama
Kunyalakan pelepas dahaga seminggu
suntuk
Mengenang laguku sumbang tertelan
Merendam kalimat angin pada ilalang
Sepiku yang ke
sekian
;sesepi sungai
musim kemarau
Sepasang seruling pecah ujungnya
bergetar
Aku tak mampu menahan tembang
Kecuali Tuhan mengekalkan aku dan
kau sebagai petani mabuk kepayang
;setelah pesta malam ini terikrarkan
menjadi ampas kelaknatan
Tanyaku menggelegar dari sebuah
perjanjian tunggal
Menikmati lagu-lagu lain tak tuntas
terputarkan
Sepiku yang
kesekian
;sesepi bulan
ketika tidak ada bintang
Jarum jam menunjukkan angka12.30 WIB
Tepatnya sudah masuk sepertiga malam
Sedangkan gambar kulihat dalam layar televisi masih tak
kutemukan
Hampir semua peristiwa kalut akan
dijemput fajar
Namun subuh yang seksi menyekapnya dalampengembaraan