Minggu, 02 Juni 2013

Resume MK manajemen strategis dan EKPP


BAB V
MANAJEMEN PENGENDALIAN MUTTU TERPADU (TOTAL QUALITY MANAGEMENT) DI LINGKUNGAN ORGANISASI NON PROFIT

Fungsi-fungsi manajemen fungsional yang telah diuraikan satu persatu dalam bab terdahulu pada dasarnya merupakan esensi kegiatan manajemen, dalam arti perkembangan konsep-konsep baru mengenai manajemen tidak mungkin melepaskan diri dari fungsi-fungsi tersebut. Salah satu di antaranya adalah penggunaan dan pengembangan konsep kualitas dalam manajemen pengendalian muttu terpadu (total quality management disingkat TQm yang akan dipergunakan dalam uraian-uaraian berikutnya) tidak dapat keluar dari esensi tersebut, karena tanpa mengemplementasikan fungsi-fungsi manajemen berarti bukan kegiatan manajemen. Disamping itu telah diuraikan pada permulaan buku ini bahwa “manajemen” pada awalnya dipergunakan dan dikembangkan di lingkungan organisasi profit (perusahaan dan industri), maka tidak mungkin seluruh konsepnya diinplementasikan di lingkungkungan organisasi non profit. Kondisi itu berlaku juga pada TQM dalam arti tidak m,ungkin seluruh konsepnya diinplementasikan di lingkungan organisasi non profit. Dalam kenyataannya keyakinan yang mendasari usaha untuk mengemplemantasikan TQM di lingkungan organisasi non profit, khususnya di bidang pendidikan ternyata terus berkembang, meskipun akan tetap ditemui hambatan yang tidak mudah di atasi, di awali dengan perbedaan dalam menginterpretasikan pengertian “kualitas” sebagai atermenologi kunci/utama. Untuk itulah uraian berikut ini akan difokuskan atau mendahulukan pembahasan mengenai konsep kualitas, agar menjadi acuan pokok dalam pengemplementasian TQM dilingkungan organisasi non profit.

A. Pengertian kualitas di lingkungan organisasi non profit
Isu tentang kualitas sangat deras berkembang di lingkungan pendidikan pada penghujung abad XX terutama di indonesia sebagai negara berkembang. Salah satu sebabnya adalah karena dari tahun ke tahun lulusan SLTA ddan perguruan tinggi sebagai angkatan kerja yang tidak memperoleh kesempatan kerja jumlahnya semakin besar. Identifikasi terhadap kondisi itu dialamtkan pada rendahnya kualitas (mutu) lulusan, dalam arti pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang dikuasinya tidak sesuai dengan kulifikasi ya ng dituntut lapangan kerja yang atau sangat rendah kemapuannya untuk mandiri dalam bejerja. Issu seperti itu menimbulkan keyakinan dan dorongan untuk membenahi peroses belajar mengajar sebagai usaha memperbaiki kualitas lulusan dengan mengemplementasikan TQM di lingkungan organisasi pendidikan jalur sekolah khususnya perguruan tinggi.

Selanjutnya denga maksud tidak beralih dari pembicaraan kualitas di bidang pendidikan seperti diuraikan di atas, urIn berikut ini akan kembali pada kata kunci “kualitas” sebagaimana dimaksudkan dalam TQM, agara dapat dipergunakan dalam menjembatani pengemplementasiaannya di lingkunagan organisasi non profit khususnya di bidang pendidikan. Beberapa di antaranya akan dikutip berikut ini.

Wayne f. Kassio mengatakan “quality is the extent to wich products and sevice conforn to costumer requerement”. Di samping itu cassio juga mengutip pengertian kualitas dari the federal quality institut yang menyatakan “qulity as meeting the customer’s requrements the ferst time and everree time, where custumer can be internal as well as eksternal to the organitation”. Masih banyak pengertian lain yang dirumuskan dengan redaksional yang berbeda, namun tidak berbeda prinsipil maksudnya.

Semua pengertiam kualitas tersebut di atas jelas beroreintasi pada organisasi profit dalam melaksanakan proses produksi yang menunjukkan bahwa konsisi produk sebagai hasilnya harus memenuhi beberapa tolak ukur tertentu. Di antara tolak ukur tertentu itu yang terpenting adalah terpenuhinya persyaratan yang dituntut konsumen pada produk tersebut. Tolok ukur lain adalah konsisi kemampuan memenuhi persyaratan yang dituntut konsumen sejak awal dan secara terus menerus sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya yang selalu dapat berubah dan berkembang. Sehubungan dengan itu berarti juga pengertian kualitas yang sebenarnya belum ditemukan, karena yang dinyatakan di atas adalah karakteristik tolak uklurnya bukan karakteristik yang terdapat dalam pengertian kualitas. Sebagaimana diimplementasikan oleh manajemen beroreintasi pada hasil/tujuan (manajemen by objektif MBM). TQM dikembangkan tidak sekedar konsep yang menekannkan pada kualitas produk terakhir karena untuk memeperoleh produk yang berkualitas dipengaruhi juga oleh berbagai faktor lainnya. TQM yang tidak sekedar menekankan pada kualitas produk akhir itu juga mengutamakan kualitas peroses, lingkungan kerja, dan sumberdaya manusia yang menghasilkan produk sebagaimana diinginkan dan dibutuhkan konsumennya. Sejalan dengan itu guetsch dan daviss (1994) sebagaimana dikutip oleh fandi tjiptono dan anastasian diana (1996) yang mengatakan kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, peroses dan lingkungan yang memenuhi dan atau melebihi harapan.”

Pengertian kualitas seperti diuaraikan di atas, pada dasrnya berlaku juga bagi organisasi non profit di bidang pemerintahan termasuk yang mengelola/mengendalikan dan melaksanakan sistem pendidikan nasional secara operasional, karena tugaas pokoknya adalah memberikan pelayanan umum (public service) yang berarti juga konsumennya dalah masyrakat yang membutuhkan pelayanan (service) sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.

Untuk itu bagi organisasi non profit tolak ukurnya sangat tidak mudah, berbeda dengan organisasi profit yang dapat diukur dari keberhasilan memasrkan produknya pada konsumen, yang dicirikan dengan mampu merebut konsumen lebih baik dari pesaingnya yang memperoduksi barang atau jasa yang sama atau sejenis. Sedang di lingkungan organisasi non profit khususnya di bidang pemerintahan yang tidak menghadapi persaingan dalam memeniuhi keinginan dan kebutuhan konsumennya, maka kualitas harus diukur dengan banyaknya anggota masyarakat yang merasa puas atau sebaliknya semakin berkurang/tidak ada keluhan anggota masyarakat pada peroses pemberian pelayanan dan hasil pembangunan fisik dan non fisik. Bertolak dari kualitas seperti diuraikan di atas cassio (1995) memberikan pengertian bahwa “TQM, afilosofi and set of guidding prinsiple thet represent the fundation of a continously improfing organitation”.

Pengertian lain dikemukakan oleh santosa (1992) yang dikutip oleh fandy tjiptono dan anastasia diana yang mengatakan bahwa “TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan beroreintasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi”. Di samping itu fandy tjiptono dan anstasia diana (1998) menyatakan pula bahwa “ total quality manajement merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.” Berdasarkan pengertian itu diketengahkan tentang karakteristi TQM sebagai berikut :
1. fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal
2. memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas
3. menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
4. memiliki kometrmen jangka panjang
5. membutuhkan kerja sama tim (tim work)
6. memperbaiki proses secara berkesinambungan
7. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
8. memberikan kebebasan yanga terkendali
9. memiliki kesatuan yang terkendali
10. adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan

B. Pengimplementasian tqm di lingkungan organisasi non profit
Karakteristik TQM sebagaiman diurakan di atas dapat dikategorikan sebagai prinsip-prinsip yang harus dijadikan pedoman pengimplementasiaan TQM dalam fungsi-fungsi manajemen, khususnya di lingkungan organisasi pengelola/pengendali dan organisasi pelaksana operasional sistem pendidikan nasional, sesuai dengan jenis dan jenjangnya masing-masing. Implementasi karakteristik TQM dalam fungsi-fungsi manajemen secara terpada di lingkungan organisasi non profit antara lain dilakukan sebagai berikut :

1. berfokus pada yang dilayani
Karakteristik ini pada awalnya menekankan bahwa bagi organisasi non profit keberhasi;lan melaksanakan tugas pokoknya dalam pemberian pelayanan umum dan me;laksanakan pembangunan harus diukur dengan mengacu pada suatu standar tertentu yang telah ditetapkan.

Tabel 3. Perbedaan manajemen tradisional dan TQM
NO DIMENSI ORGANISASI PARADIGMA MANAJEMEN
TRADISIONAL PARADIGMA TQM MANAJEMEN FUNSIONAL
1 Budaya Organisasi - individualisme
- difrensiasi
- kepeminpinan
- laba
- produktivitas - usaha bersama
- fungsi silang dalam bekerja
- melatih dan memberi peluang
- pelayanan yang memuaskan 1. perencanaan
2. pengorganisasian
3. penggerakan
4. penganggaran
5. kontrol
2 Pelaksanaan pekerjaan a. komunikasi
- atas ke bawah
- prosedur dan mekanisme kerja organisasi
b. desain pekerjaan
- efesiensi
-produktivitas
-metode kerja terbaik
-kontrol terbatas
-diskripsi pekerjaan
-yang bersifat khusus a. komunikasi
- dua arah vertikal horizontal dan diagonal
-jaringan kerja
b. desain pekerjaan
- kualitas
-pelayanan
-kontrol yang luas
-tim kerja otonom
-pelayanan
-keterampilan kerja Karakteristik pelaksanaan funsi manajemen
- berfokus pada yang dilayani
-kualitas
-kepeminpinan
-yang aktif
-konsep kualitas
3 Tujuan pelaksanaan pekerjaan Tujuan individual Tujuan tim kerja Tujuan organisasi
-pengikutsertaan pekerja
4 Pengukuran dan penilaian - reviu hasil supervisi
-kinerja keuangan -Pihak yang dilayani rekan kerja dan reviu hasil supervisi
-kualitas dan pelayanan -pendekatan pemecahan masalah

2. kepeminpinan yang aktif
Karakteristik ini dalam TQM mengharuskan para peminpin atau/manajer organisasi non profit di bidangnya masing-masing dari puncak pinpinan (top manajer) sampai yang terendah dalam poinpinan kerja di lapangan harus menerima bahwa persyaratan bersifat kualitas bersifat fundamental (mendasar)
3. konpsep kualitas
Di penghujung abad XX dan memasuki abad ke XXI kenyataan menunjukkan bahwa ilmu dan tekhnologi berkembang dengan pesat dan akan berlangsung terus tanpa diketahui batas-batasnya.
4. pengembangan konsep kualitas sebagai budaya organisasi
Budaya organisasi yang menjamin pelaksanaan komoitmen pucuk pinpinan dan manajer bawahannya dalam menciptakan, mewujudkan, melaksanakan dan mengontrol pelaksanaan pekerjaan yang berfokus pada kualitas, sangat besar pengaruhnya pada pelaksanaan peroses menghasilakn sesuatu, dan pada kualitas hasilnya.
5. berfokus pada pemberdayaan SDM
Karakteristik TQM ini bertolak dari asumsi bahwa “berapapun besarnya jumlah dana iyang disediakan, lengkapnya aset, dan canggihnya tekhnologi yang dimilki, maka kehilangan artinya, tidak berniali dan tidak akan berfungsi jika yang mendayagunakannya terdiri dari SDM yang tidak atau rendah kualitasnya.”
6. pendekatan pemecahan masalah
Karakteristik TQM ini merupakan perwujudan cara bekerja yang berkualitas untuk mencapai hasil yang berkualitas pula yang harus dikembangkan menjadi bagian dari budaya organisasi yang bersifat non profit. Intinya adalah pengembangan sikap SDM kunci untuk tidak bekerja dengan menunggu perintah dan peningkatan kemampuan menemukan dan memecahkan masalah dari kondisi nyata dalam melaksanakan tugas pokok organisasi.
7. mengenali partner (rekan kerja)
Dalam uraian-uarain terdahulu selalu ditekankan pada peroses TQM diwujudkan untuk mencapai hasil (produk) yang berkualitas, melalui pelaksanaan seluruh fungsi manajemen secara berkualitas pula. Peroses dan hasil yang berkualitas itu tidak boleh diukur dari standart (tolok ukur) yang ditetapkan sendiri oleh organisasi.

C. Sumber-Sumber Kualitas Dalam TQM
Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa sumber utam dalam mewujudkan semua pendekatan manajemen adalah organisasi yang sehat/baik (good organitatio) dilingkungan organisasi yang kondisinya sehat, tedapat beberapa sumber yang berkualitas yang dapat mendukung pengimplementasian TQM secara maksimal beberapa di antara sumber berkualitas tersebut akan dibahas berikut ini :
1. kometmen pucuk pinpinan terhadap kualitas
Kometmen terhadap kualitas dari pucuk pinpinan sangat penting karena berpengaruh langsung pada setiap pembuatan kleputusan dan kebijakan, pemilihan dan pelaksanaan perogram dan peroyek, pemberdayaan SDM, dan pelaksanaan kontrol.
2. sistem informasi manajemen
Sumber ini sangat penting karena usaha mengimplementasikan semua fungsi manajemen yang berkualitas, sangat tergantung pada ketersediaan informasi dan data yang akurat, cukup atau lengkap dan terjamin keterkiniaannya (uptodate) sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas pokok untuk mewujudkan dan memelihara eksistensi sebuah organisasi non profit.
3. SDM yang potensial
Sdm di lingkungan organisasi non profit sebagai aset bersifat kuantitatif dalam arti dapat dihitung jumlahnya. Di samping itu SDM juga merupakan potensi yang berkewajiban melaksanakan tugas pokok organisasi non profit untuk mewujudkan eksistensinya.
4. keterlibatan semua fungsi
Semua fungsi dalam TQM sebagai sumber kualitas, sama pentingnya satu dengan lainnya, yang sebagai satu kesatuan ibarat sebuah rantai yang kekuatannya ditentukan oleh matarantai terlemah. Untuk itu semua fungsi harus dilibatkan secara maksimal, sehingga saling menunjang satu dengan yang lain.
5. filsafat perbaikan kualiatas secara berkesinambungan
Sumber kualitas ini bersifat sangat mendasar karena tergantung pada posisi pucuk pinpinan di lingkungan organisasi non profit bidang pemerintahan yang selalu menghadapi kemungkinan dipindahkan atau dapat memohon untuk dipindahkan dari satu organisasi ke organisasi yang sama. Tetapi berbeda ruang lingkup kewenangan dan tanggungjawabnya.
Semua sumber kualitas di lingkugan organisasi non profit di bidang pemerintahan seperti diuraikan di atas dapat dilihat manifestasinya melalui dimensi-dimensi kualitas yang harus direalisasikan oleh pucuk pinpinan dengan bantuan staf pinpinan sebagai ekskutif dan kerja sama SDM yang dimiliki. Dimensi kualitas dimaksud adalah sebagai berikut :
1. dimensi kinerja organisasi
Kinerja dalam arti unjuk perilaku dalam bekerja (performance) yang positif, merupakan gambaran konkrit dari kemampuan mendayagfunakan sumber-sumber kyualitas yang berdampak pada keberhasilan mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi organisasi non profit.
2. iklim kerja
Penggunaan sumber-sumber kualitas secara intensif akan menghasilkan iklim kerja yang kondusif di lingkungan sebuah organisasi non profit bidang pemerintah. Iklim kerja tersebut di warnai oleh kebersamaan yang memperioritaskan kualitas dalam membirikan pelayanan umum (publik service) dan pelaksanaan pembangunan di atas semua kepentingan yang lain, baik kepentingan kelompok atau golongan maupun kepentingan pribadi.
3. nilai tambah
Pendaya gunaan sumber-sumber secara efektif dan efisien akan memberikan nilai tambah atau ke istimiwaan tambahan sebagai pelengkap dalam melaksanakan tugas pokok dan hasil yang di capai oleh organisasi non profit.
4. kesesuain dengan spesifikasi (comformance to spicification)
Pendaya gunaan sumber-sumber secara efektif dan efisien manifistasi pada kemampuan personel untuk menyesuaikan proses pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya dengan karekterisik oprasional dan standar hasilnya berdasarkan ukuran kualitas yang di sepakati.
5. kualitas pelayanan dan daya tahan hasil pembangunan
Dampak lain yang dapat di amati dari pendaya gunaan sumber-sumber kualitas yang efektif dan efesien, terlihat pada peningkatan kualitas dalam melaksanakan tugas pemberian pelayanan umum (public service)
6. persepsi masyarakat
Pendayagunaan sumber-sumber kualitas yang sukses di lingkungan organisasi non profit bidang pemerintahan dapat di ketahui juga dari persepsi masyarakat dalam bentuk citra dan repotasi yang positif mengenai pelayanan umum yang di berikan, hasil pembangunan yang di selesaikan dan bahkan terhadap organisasi secara ke seluruhan.