Selasa, 21 April 2015

puisi tahun 2010



SEPIKU YANG KESEKIAN


(mengingat ketidak pulangan Hoyrotus Zaidah
dalam detak jam weker di badan sendiri
pada gubuk kecil Nasy’atul Mutaallimin)

Sehabis jalan-jalan di musin hujan
Ke kampung halamanku yang tertelan badai
Seberkas kaset perekam bara purnama
Kunyalakan pelepas dahaga seminggu suntuk
Mengenang laguku sumbang tertelan
Merendam kalimat angin pada ilalang

Sepiku yang ke sekian
;sesepi sungai musim kemarau

Sepasang seruling pecah ujungnya bergetar
Aku tak mampu menahan tembang
Kecuali Tuhan mengekalkan aku dan kau sebagai petani mabuk kepayang
;setelah pesta malam ini terikrarkan menjadi ampas kelaknatan

Tanyaku menggelegar dari sebuah perjanjian tunggal
Menikmati lagu-lagu lain tak tuntas terputarkan

Sepiku yang kesekian
;sesepi bulan ketika tidak ada bintang

Jarum jam menunjukkan angka12.30 WIB
Tepatnya sudah masuk sepertiga malam
Sedangkan  gambar kulihat dalam layar televisi masih tak kutemukan
Hampir semua peristiwa kalut akan dijemput fajar
Namun subuh yang seksi menyekapnya dalampengembaraan

Banyuayu, Idul adha 2010