Senin, 23 September 2013

RESENSI

Politik Perumusan Kebijakan Publik




penulis           : Dr. Samodra Wibawa
Penerbit          : Graha Ilmu, 2011
Reviewer         : Nawa Murtiyanto, MPA

http://bagasaskara.files.wordpress.com/2011/11/img_0551.jpg?w=296&h=430Buku “Politik Perumusan Kebijakan Publik” merupakan sebuah buku yang berisikan ringkasan dan tafsir atas terjemahan buku “Public Policy: An Introduction to the Theory and Practise of Policy Analysis” (2001) karya Wayne Parsons yang sudah dialihbahasakan pada tahun 2005. Penulis mengajak pembaca untuk berdiskusi tentang dua hal yang mendasar, yaitu: bagaimana suatu sistem politik membuat kebijakan untuk publik ?; dan mengapa ada perbedaan antar sistem dalam proses perumusan kebijakan publik ?
Dalam bukunya, selain memaparkan tentang definisi dan konsep dasar proses perumusan kebijakan publik, penulis juga menguraikan model-model proses perumusan kebijakan publik, aliran kebijakan, siklus kebijakan, konteks proses perumusan kebijakan publik dan lingkungan internasional yang berpengaruh terhadap proses perumusan kebijakan suatu negara. Selain itu, penulis juga mencoba memaparkan harapan terhadap model proses perumusan kebijakan publik yang cocok untuk Indonesia. Untuk lebih melengkapi paparan teoretik, penulis menyertakan tiga contoh kasus proses perumusan kebijakan di Indonesia, yang terdapat pada bagian akhir buku.
Penulis menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan keputusan yang dibuat oleh suatu sistem politik – baik di seluruh level institusi formal negara maupun hingga level institusi desa, RW dan bahkan RT. Proses perumusan kebijakan merupakan siklus yang kompleks, yang sulit untuk menentukan di mana bagian awal dan di mana bagian akhirnya. Di sisi lain, proses perumusan kebijakan tidak bisa dilepaskan dari model-model yang ada. Setidaknya penulis menguraikan enam model proses perumusan kebijakan, yaitu: Pluralis, Elitis, Non-decision Making, Neo-Marxis, Think-Tank dan Model Jaringan, Komunitas dan Koalisi Kebijakan. Setiap model dijelaskan basis teori dan contoh-contoh yang pernah terjadi.
Model Pluralis merupakan model proses perumusan kebijakan yang memandang bahwa kebijakan merupakan hasil dari proses interaksi antarberbagai kelompok kepentingan terhadap policy makers, dan sekaligus sebagai hasil dari pihak berwenang, yang sekaligus menempatkan negara/pemerintah (yang netral, terbuka dan responsif) sebagai pemain penting dalam seluruh proses perumusan kebijakan. Model Elitis memandang kebijakan publik merupakan cerminan keinginan dan kehendak kaum elit (penguasa, pengusaha, militer), tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat. Model Non-decision Making merupakan model kebijakan untuk tidak melakukan sesuatu, melalui filterisasi, kontrol dan pengalihan issu kebijakan oleh kelompok kepentingan yang berada di sekitar policy makers.
Model Neo-Marxis merupakan model perumusan kebijakan yang didominasi oleh negara dengan cara mereproduksi ideologi penguasa dan upaya birokratisasi kepada masyarakat. Pemerintah mengontrol dan memanipulasi kesadaran masyarakat untuk mengikuti kemauan pemerintah, sehingga pemerintah dapat mempertahankan legitimasinya. Model Think-Tank adalah model proses perumusan kebijakan yang melibatkan lembaga non-pemerintah yang profesional, baik secara pasif maupun proaktif. Model Jaringan Komunitas dan Koalisi Kebijakan merupakan model proses perumusan kebijakan melalui relasi antaraktor di dalam suatu sistem politik, serta melalui kompetisi antarkoalisi kebijakan – yang didahului dengan pengembangan dan penyebaran gagasan-gagasan perubahan. Model ini memunculkan watak suatu pemerintah(an), yaitu: reaksioner, antispatif, otoriter dan demokratis.
Aliran dalam proses agenda kebijakan yang dipaparkan adalah Aliran Masalah, Aliran Kebijakan dan Aliran Politik. Aliran Masalah menekankan pada cara agar supaya masalah (isu) mendapat perhatian dari pembuat kebijakan. Aliran Kebijakan mendasarkan pada pemahaman bahwa suatu ide (kebijakan) dapat menjadi agenda kebijakan jika mampu bertahan dalam seleksi proses perumusan kebijakan. Sedangkan Aliran Politik memuat elemen opini, elemen kekuatan politik, elemn pemerintah, dan elemen proses konsensus.
Penulis juga memaparkan siklus proses perumusan kebijakan sebagai punctuated equilibrium yang berbasis pada dimensi waktu, di mana suatu kebijakan yang stabil akan mengalami masa transisi dan instabil hingga muncul kebijakan baru. Sedangkan konteks proses perumusan kebijakan diibaratkan sebagai corong, di mana kebijakan merupakan output  dibatasi oleh perilaku elit, institusi pemerintah, perilaku politik massa, komposisi sosio-ekonomi dan kondisi historis-geografis. Selain itu, penulis juga menyampaikan satu hal penting, yaitu lingkungan internasional (world system) merupakan sistem politik yang berpengaruh terhadap proses perumusan kebijakan suatu negara.
Buku ini, secara keseluruhan sudah mendeskripsikan unsur-unsur penting dalam proses perumusan kebijakan secara ringkas. Model-model proses perumusan kebijakan yang dipaparkan penulis – yang menjadi inti dari buku ini, dijelaskan dengan baik dan disertai contoh-contoh faktual sehingga sangat membantu pembaca untuk memahami teori yang sudah dipaparkan. Nilai lebih dari buku ini adalah menjadi stimulan yang menarik bagi pembaca untuk lebih memperdalam tentang proses perumusan kebijakan. Sedangkan di sisi lain, akan jauh lebih baik jika buku ini juga memuat analisis terhadap contoh kasus yang dipaparkan, dan memuat informasi rinci yang dapat dipergunakan bagi praktisi. Informasi-informasi tersebut berupa komparasi kelebihan dan kelemahan antarmodel proses perumusan kebijakan dan konteks yang seperti apa yang cocok untuk masing-masing model. Informasi tersebut tentunya sangat berguna bagi pembaca untuk lebih memahami kompleksitas dalam proses perumusan kebijakan.


Malang, 20 September 2013