Politik Perumusan Kebijakan Publik
penulis : Dr. Samodra Wibawa
Penerbit : Graha Ilmu, 2011
Reviewer : Nawa
Murtiyanto, MPA
Buku
“Politik Perumusan Kebijakan Publik” merupakan sebuah buku yang berisikan
ringkasan dan tafsir atas terjemahan buku “Public Policy: An Introduction to
the Theory and Practise of Policy Analysis” (2001) karya Wayne Parsons yang
sudah dialihbahasakan pada tahun 2005. Penulis mengajak pembaca untuk
berdiskusi tentang dua hal yang mendasar, yaitu: bagaimana suatu sistem politik
membuat kebijakan untuk publik ?; dan mengapa ada perbedaan antar sistem dalam
proses perumusan kebijakan publik ?
Dalam bukunya, selain memaparkan
tentang definisi dan konsep dasar proses perumusan kebijakan publik, penulis
juga menguraikan model-model proses perumusan kebijakan publik, aliran
kebijakan, siklus kebijakan, konteks proses perumusan kebijakan publik dan
lingkungan internasional yang berpengaruh terhadap proses perumusan kebijakan
suatu negara. Selain itu, penulis juga mencoba memaparkan harapan terhadap model
proses perumusan kebijakan publik yang cocok untuk Indonesia. Untuk lebih
melengkapi paparan teoretik, penulis menyertakan tiga contoh kasus proses
perumusan kebijakan di Indonesia, yang terdapat pada bagian akhir buku.
Penulis menyatakan bahwa kebijakan
publik merupakan keputusan yang dibuat oleh suatu sistem politik – baik di
seluruh level institusi formal negara maupun hingga level institusi desa, RW
dan bahkan RT. Proses perumusan kebijakan merupakan siklus yang kompleks, yang
sulit untuk menentukan di mana bagian awal dan di mana bagian akhirnya. Di sisi
lain, proses perumusan kebijakan tidak bisa dilepaskan dari model-model yang
ada. Setidaknya penulis menguraikan enam model proses perumusan kebijakan,
yaitu: Pluralis, Elitis, Non-decision Making, Neo-Marxis, Think-Tank dan
Model Jaringan, Komunitas dan Koalisi Kebijakan. Setiap model dijelaskan basis
teori dan contoh-contoh yang pernah terjadi.
Model Pluralis merupakan model proses perumusan kebijakan
yang memandang bahwa kebijakan merupakan hasil dari proses interaksi
antarberbagai kelompok kepentingan terhadap policy makers, dan sekaligus
sebagai hasil dari pihak berwenang, yang sekaligus menempatkan
negara/pemerintah (yang netral, terbuka dan responsif) sebagai pemain penting
dalam seluruh proses perumusan kebijakan. Model Elitis memandang kebijakan
publik merupakan cerminan keinginan dan kehendak kaum elit (penguasa,
pengusaha, militer), tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat. Model Non-decision
Making merupakan model kebijakan untuk tidak melakukan sesuatu, melalui
filterisasi, kontrol dan pengalihan issu kebijakan oleh kelompok kepentingan
yang berada di sekitar policy makers.
Model Neo-Marxis merupakan
model perumusan kebijakan yang didominasi oleh negara dengan cara mereproduksi
ideologi penguasa dan upaya birokratisasi kepada masyarakat. Pemerintah
mengontrol dan memanipulasi kesadaran masyarakat untuk mengikuti kemauan
pemerintah, sehingga pemerintah dapat mempertahankan legitimasinya. Model Think-Tank
adalah model proses perumusan kebijakan yang melibatkan lembaga non-pemerintah
yang profesional, baik secara pasif maupun proaktif. Model Jaringan Komunitas
dan Koalisi Kebijakan merupakan model proses perumusan kebijakan melalui relasi
antaraktor di dalam suatu sistem politik, serta melalui kompetisi antarkoalisi
kebijakan – yang didahului dengan pengembangan dan penyebaran gagasan-gagasan
perubahan. Model ini memunculkan watak suatu pemerintah(an), yaitu: reaksioner,
antispatif, otoriter dan demokratis.
Aliran dalam proses agenda kebijakan
yang dipaparkan adalah Aliran Masalah, Aliran Kebijakan dan Aliran Politik.
Aliran Masalah menekankan pada cara agar supaya masalah (isu) mendapat
perhatian dari pembuat kebijakan. Aliran Kebijakan mendasarkan pada pemahaman
bahwa suatu ide (kebijakan) dapat menjadi agenda kebijakan jika mampu bertahan
dalam seleksi proses perumusan kebijakan. Sedangkan Aliran Politik memuat
elemen opini, elemen kekuatan politik, elemn pemerintah, dan elemen proses
konsensus.
Penulis juga memaparkan siklus
proses perumusan kebijakan sebagai punctuated equilibrium yang berbasis
pada dimensi waktu, di mana suatu kebijakan yang stabil akan mengalami masa
transisi dan instabil hingga muncul kebijakan baru. Sedangkan konteks proses
perumusan kebijakan diibaratkan sebagai corong, di mana kebijakan merupakan output
dibatasi oleh perilaku elit, institusi pemerintah, perilaku politik
massa, komposisi sosio-ekonomi dan kondisi historis-geografis. Selain itu,
penulis juga menyampaikan satu hal penting, yaitu lingkungan internasional (world
system) merupakan sistem politik yang berpengaruh terhadap proses perumusan
kebijakan suatu negara.
Buku ini, secara keseluruhan sudah
mendeskripsikan unsur-unsur penting dalam proses perumusan kebijakan secara
ringkas. Model-model proses perumusan kebijakan yang dipaparkan penulis – yang
menjadi inti dari buku ini, dijelaskan dengan baik dan disertai contoh-contoh
faktual sehingga sangat membantu pembaca untuk memahami teori yang sudah
dipaparkan. Nilai lebih dari buku ini adalah menjadi stimulan yang menarik bagi
pembaca untuk lebih memperdalam tentang proses perumusan kebijakan. Sedangkan
di sisi lain, akan jauh lebih baik jika buku ini juga memuat analisis terhadap
contoh kasus yang dipaparkan, dan memuat informasi rinci yang dapat
dipergunakan bagi praktisi. Informasi-informasi tersebut berupa komparasi
kelebihan dan kelemahan antarmodel proses perumusan kebijakan dan konteks yang
seperti apa yang cocok untuk masing-masing model. Informasi tersebut tentunya
sangat berguna bagi pembaca untuk lebih memahami kompleksitas dalam proses
perumusan kebijakan.
Malang, 20 September
2013