Menunggui Purnama
Sekarang purnamaku mulai berhenti bersinar di
aortaku
Mungkin ada dilema yang menghantui
Atau mungkin ada rasa tidak percaya
Bahwa aku menatapnya setiap waktu
Setiap detak jantung berdenyut
Setiap hembusan nafas mengalir
Setiap jejak perjalanan kulampaui
Musim hujan rupanya akan datang
Gerimis akan mengundang lagi keharibaan
Entah keberapa kalinya hal seperti ini menghampiri
Sedangkan aku masih belum menemukan purnamaku yang
hilang sinarnya
Hanya mimpi-mimpi saja melihatnya sepintas
Berlalu lalang lalu remang-remang
Seperti biasa aku menunggunya
Tempat biasa kita berjumpa
Dimana ayat-ayat kahfi mengiringinya tanpa suara
Tanpa ada melodrama
Tanpa ada sepi sehelaipun
menunggumu adalah hal paling terindah purnamaku
meski sinarmu harus kutemukan
berulangkali
sampai titik jenuh ini mulai hilang
dengan sendirinya tanpa alasan
Malang, 29 Oktober 2014
Kesaksian
II
:pesek
Dari jauh telah kukumandangkan ayat-ayat rindu
Titik tumpuh
:Padamu
Segala ritus-ritus yang tak sempurna aku bacakan
Malam ini aku melihat purnama mewarnai segala
perjalanan
Dari soekarno hatta menuju hati kita
Namun engkau belum mengerti
Menghilang mengatur jarak
Memalingkan wajah di balik jendela
Engkau tersenyum rapuh
Dibilang aku berdusta mengucapkannya
“engkaulah punama itu kekasihku”
Melebihi keindahan bintang-bintang
berpijar
Yang datang secara tiba-tiba
Menumbuhkan segala rindu di
malam-malamku
Senyummu adalah angin sepoi yang diterbangkan
kamboja pada daunnya
Bibirmu irisan dewi-dewi makhlika sudarta
Yang diutus untuk menggoda kekanakanku
Matamu, alismu, hidungmu dan semuanya merupakan
ciptaan tuhan paling sempurna
Paling sempurna, paling sempurna, sungguh menggoda
Rayon FISIP 2014