Rabu, 29 Oktober 2014

Puisi Imam J. Larat



Menunggui Purnama

Sekarang purnamaku mulai berhenti bersinar di aortaku
Mungkin ada dilema yang menghantui
Atau mungkin ada rasa tidak percaya
Bahwa aku menatapnya setiap waktu
Setiap detak jantung berdenyut
Setiap hembusan nafas mengalir
Setiap jejak perjalanan kulampaui

Musim hujan rupanya akan datang
Gerimis akan mengundang lagi keharibaan
Entah keberapa kalinya hal seperti ini menghampiri
Sedangkan aku masih belum menemukan purnamaku yang hilang sinarnya
Hanya mimpi-mimpi saja melihatnya sepintas
Berlalu lalang lalu remang-remang

Seperti biasa aku menunggunya
Tempat biasa kita berjumpa
Dimana ayat-ayat kahfi mengiringinya tanpa suara
Tanpa ada melodrama
Tanpa ada sepi sehelaipun

menunggumu adalah hal  paling terindah purnamaku
meski sinarmu harus kutemukan berulangkali
sampai titik jenuh ini mulai hilang dengan sendirinya tanpa alasan

Malang, 29 Oktober 2014


Kesaksian II
:pesek

Dari jauh telah kukumandangkan ayat-ayat rindu
Titik tumpuh
                        :Padamu
Segala ritus-ritus yang tak sempurna aku bacakan

Malam ini aku melihat purnama mewarnai segala perjalanan
Dari soekarno hatta menuju hati kita
Namun engkau belum mengerti
Menghilang mengatur jarak
Memalingkan wajah di balik jendela
Engkau tersenyum rapuh
Dibilang aku berdusta mengucapkannya

“engkaulah punama itu kekasihku”
Melebihi keindahan bintang-bintang berpijar
Yang datang secara tiba-tiba
Menumbuhkan segala rindu di malam-malamku

Senyummu adalah angin sepoi yang diterbangkan kamboja pada daunnya
Bibirmu irisan dewi-dewi makhlika sudarta
Yang diutus untuk menggoda kekanakanku
Matamu, alismu, hidungmu dan semuanya merupakan ciptaan tuhan paling sempurna
Paling sempurna, paling sempurna, sungguh menggoda

Rayon FISIP 2014