Senin, 02 Juli 2012

TERSINA
:Imam J. Larat

-“Aku mencintaimu, Bukan untuk menikahimu!”.
+”Kenapa?”. Apakah ada yang salah dengan diriku? Atau mungkin aku sudah tidak layak buat kamu: kurang cantik atau memang dari segi penampilanku yang pas-pasan. Aku butuh jawabanmu yang dapat diterka oleh akal fikiran.
-bukan..! kamu bukan kurang cantik atau sudah tidak layak di mataku. Bagiku cantik dan jelek tidak jadi masalah. Karena bukan cantik yang membawa cinta, tapi cinta yang membuat seseorang menjadi cantik.
+lalu kenapa?
-aku masih tidak bisa melupakan masa laluku meski sedih. Karena masa lalu menurutku tetap hadiah meski sedih. Jadi mengertilah perasaanku.
-“ya, aku mengerti.” Memang butuh waktu untuk melupakannya hingga kau benar-benar jadi milikku seutuhnya. Aku masih sabar menunggumu walau itu sangat menyakitkan. Aku sangat percaya dan optimis bahwa cintamu hanya untukku.
            Ya, semenjak pertemuan sekaligus percakapan itu kesepian meronta di badanku. Lama-lam makin melemah saja. Aku harap ini tidak berkelanjutan sampai benar-benar usiaku genap 20 tahun. Dan sepertinya sudah menginjak bulan ke-2; februari. Dan Bulan mendatang kehidupan yang baru akan benar datang tanpa disangka dan diundang. Kamu tahu?. Di sisa yang genap 20 tahun aku segera dinihkan dengan peria yang tak kukenal. Itsss..., bukan itu maksudku. Masalahnya aku tidak mencintainya. Maka dari itu aku lebih suka kesunyian melamun di dalam kamar. Ah, membuatku tak bergairah saja. Seandainya kau datang pada malam ini dan mengucapkan kata yang kutunggu “aku mencintaimu, maka aku akan melamarmu.” Mungkin saja rinduku berburuh di jendela beserta angin mamiri saling berkejaran meminpin hati kita.
+kau melamun?. Tidurlah, malam sudah larut. Aku tidak ingin anak sematawayangku jatuh sakit karena kerasukan. Malam bukan pelarian, hanya tidur membuatmu lebih tenang.
-ia.
Sejauh ini aku tahu maksudnya. Karena ini adalah perintah bapakku sendiri, rasanya tidak sopan menolaknya. Lebih baik aku tidur berbagi rasa dengan kesepian dan esok hari aku takkan berhenti berharap kau memang datang. Dan jika kau tidak datang, aku sendiri yang akan mendatangi rumahmu sambil kubelai rambutmu sejengkang dari jendela. Biar bunga diluar lebih mekar ingin memastikan apa saja yang kita lakukan di dekat jendela. Cuma satu yang ingin kuinginkan darimu, yaitu: sebuah kata “cinta.” Itu saja sudah cukup mengobati kegelisahan-kegelisahan dalam diri. Tapi kata itu kayaknya terlalu sulit bagimu untuk diucapkan.
Apa aku kurang........???
Ih, melamun lagi, melamun lagi. Rasanya hidup ini hanya andai-andai saja, mimpi mungkin?. Mestinya aku berbuat sesuatu untuk mendapatkannya, bukan hanya mealamun dan terus melamun.
Tunggu aku, jika besok kau tidak datang, maka aku yang akan mendatangi. Malam ini aku sudah bersumpah demi mendapatkanmu; aku rela melakukan apa saja. Seandainya engkau tahu betapa aku sangat mengharapkanmu menjadi penolong di hari-hari kritis ini. Bawalah aku kemana saja sesukamu. Dan sebelum kau tidur maka ingatlah namaku “TERSINA” dan akupun akan mengingatmu “BAPULUH.”
            Diluar sana malam mulai berenang menjemput siang, sementara kesunyian masih terbaring di reranting pohon salak menggantungkan dirinya tanpa sehehelai kain tipispun. Apalagi yang terfikrkan kecuali menunggu. Seperti air yang juga terus saja mengalir tanpa letih menginjakkan kakinya di tanah dan bebatuan. Langit sekarang benar-benar tidak menangis, sebab tidak ada waktu yang tepat menjalankan ritual itu. Hanya remang-remang menanti siang datang.
+kau mau kemana?
-aku tidak mau kemana-mana, hanya ingin mencari angin segar di dekat perkebunan.
+Berangkatlah, jangan lama-lama!, aku tidak ingin kamu kenapa-napa.
***
            Siang begitu indah untuk dinikmati, hanya lalu lalang kendaraan yang membikin orang jadi stres sebab kebisingan panjang tanpa aturan. Seandainya negeri ini tidak ada polusi mungkin saja hidup kita akan nyaman dan dapat menghirup udara segar di pagi hari. Semenjak kemerdekaan indonesia pada tahun 1945 itulah kenyamanan dan ketentraman yang dirasakan rakyat pertama kali. Sebab kebebasan benar-benar tercapai di negeri kita.
Dimana kau, luh?
Apakah kamu tidak akan datang kemari?
“Temuilah aku disini, jemputlah dan katakan cinta” sampai kapan aku menantimu disini. Seandainya penantianku tidak akan membawa kesia-siaan maka sampai matahari menyingsing dan terbit lagi aku tetap menunggumu. Aku orangnya tidak sabarabn jika perbuatan itu masih tidak dalam kepastian. Jika engkau tidak datang maka tunggulah aku di tempatmu.
            Sebenarnya aku tidak pantas melakukan ini, luh!. Akau tahu bahwa aku adalah seorang perempuan; seorang perempuan yang mengharapkan cinta darimu. Tidak selamanya seoarng perempuan menunggu kan?. “itu budaya tidak baik”, biar posisimu aku gantikan pada hari ini. Ibaratnya aku sekarang menjadi peminpin dalam ketakutan: takut kau tidak datang, takut kau akan mengingkari janjinya, takut kau tidak mengatakan cinta, dan takut aku dinikahkan dengan peria yang bukan pilihanku. Kuberi waktu kau 25 menit dan jika masih tidak ada maka tinggal giliran niatku yang akan berjalan. Biarpun banyak orang mengatakan bahwa aku perempuan murahan, perempuan pengemis cinta itu tidak jadi masalah asalkan aku bisa meraih cita-cita itu. Bukankah kebahagian itu sempurna ketika kita menikmatinya bersama seseorang yang kita cintai. Maka kau harus belajar membalas budiku dan usahaku yang layak dengan usahaku.
--------------------------
Matahari di luar adalah saksi cinta
Menusuk-nusuk, menghangatkan dalam bara
Sementara aku disini berenang mengubur kegelisahan
Tanpa sadar aku sudah duduk berjam-jam
Luh, dimana kau?
Disini kesepian sudah mulai mencengkeram
Memupuskan harapan
Kabari aku luh!
Jangan biarkan kesabaranku memuncak
Lalu rinduku sedikit berkurang
Dan demi cinta aku rela menderita

--------------------------------

            Apakah aku tidak salah melihat, kau benar datang, luh?. Kemarilah duduk di sampingku, ada sebuah rahasia yang sanagat penting untuk kusampaikan kapadamu dan kuharap engkau dapat bertanggungjawab atas segala perbuatanmu. Bukannya aku memaksa, tapi aku memang sudah terlanjur bermain air sementara wadahmu khusus kurenangi sudah kering. Sekarang sudah waktunya engkau mengaliri kesekujur tubuhku mumpung gerimis sekarang masih menangis, sebentar lagi hujan badai akan segera datang. Sebenarnya aku ingin memelukku, menciumimu, menikmati aroma tubuhmu, sehingga seutuhnya kau terpekur di hatiku. Namun aku masih ingat bahwa kita masih belum resmi menjadi sepasang kekasih. Jadi biar rasa bahagia ini kutahan sampai nanti setelah waktunya tiba dan kita leluasa melakukan apa saja.

+”katakan, katakanlah, luh!” bahwa kau mencintaiku lalu kau akan menikahiku sebelum aku pingsan dipangkuanmu. Buatlah satu kali ini saja aku merasa bahagia; bahagia yang mungkin orang lain tidak pernah merasakan sebelumnya. Karena kebahagiaan itu sangatlah relatif. Atau kau minta aku yang mengecup bibirmu terlebih dulu.
- “sebenarnya aku juga mencintaimu”, namun aku harus mempertimabangkan keputusanku ini. Kuharap kau memahami keadaanku. Ada sebuah alasan yang mungkin tidak bisa kukatakan padamu saat ini. Setelah tepat waktunya semua akan terungkap dan salah satu orang yang tahu lebih dahulu adalah dirimu selain diriku. Aku menjaminnya.
+”tenanglah, luh!” Kapan sih aku yang tidak memahami perasaanmu. Lakukanlah yang engkau mau. Aku paling luluh terhadapmu, sulit sekali aku menolak segala keputusanmu. Aku sangat yakin dan percaya bahwa cintamu akan menjagaku. Maka lakunlah, aku masih saja setia menunggumu.
            Ya, tiga hari lagi bulan Purnama akan datang, dan aku harus menunggu lagi yang kesekian kalinya. Sebenarnya aku tidak suka menunggu terlalu lama. Tapi semenjak aku kenal denganmu, luh. Nampaknya aku memang diajari untuk terus bersabar dan terus bersabar. Dan segala tindakan pasti ada konsekwensi dan resikonya lalu tergantung kita untuk memilih apa. Diam juga merupakan sebuah pilihan. Jadi antara diam dan tidak itu sama. Tetapi bagaimana kita mengambil keputusan secara bijaksana. Itulah kata-kata yang selalu kamu katakan kepadaku. Dari saking sringnya aku tidak usah menghafal dan ditulis di memory bookku.

malam ke I (Sebelum Bulan Purnama)           
            Nampaknya kegelisahan mulai tumbuh sedikit demi sedikit meski aku sangat percaya dengan semua kata-katamu. Tapi hati ini tidak dapat dipungkiri rasa itu sungguh membuatku kefikiran. Akankah kau akan menepati janjimu. Yang selama ini harus kutunggu dengan penuh kesabaran serta menahan segala emsiku yang sudah memuncak.
Sabarlah hati.... kini Cuma tinggal tiga hari
Kuatkan hati.... agar semua penantianmu selama ini tidak sia-sia
Kuburkan segala kegelisahanmu itu, hiruplah udara segar ini agar engkau merasa tentram di dalam tubuhku, berikan respon yang positif terhadap otakku

Malam ke 2 (sebelum bulan purnama)
            Luh, di laut katanya banyak ikan warna warni. Di darat terlalu banyak orang yang berpuisi lalu pilihlah aku sebagai kekasih mungkin saja tak jadi mati dan hidup di dua-duanya lebih berarti. Bagimu ruang bagiku waktu. Adakah yang dapat dibagi sebagai nilai rinduku?. Malam ini aku sudah terlanjur membuat kata-kata romantis ditemani bunga-bung di depan rumah serta angin yang berkesiur membawa pekabar, hingga semuanya menjadi iri dan dengki. Mengapa setiap kali menatap dan mengenagmu aku ingin jatuh cinta yang kesekian kali?

Malam ke 3 (pas bulan purnama)
            Malam terakhir ini sudah datang kembali. Apakah kamu baik-baik saja, luh?. Sehingga tidak ada halangan yang mau mendatangiku. Aku sudah bersiap-siap menyambutmu. Aku sudah memakai baju yang paling indah untuk dilihat dan baru malam ini orang yang pertama melihatnya adalah kamu. Jika kita berbincang berdua di taman nampaknya aku sudah belajar cara yang paling romantis untuk mengawali perjumpaan bersamamu.pokoknya malam ini aku tidak ingin mengecawakanmu. Titik.

Tarrrr......, “siapa itu?”. Ssst.......
“aku mencintaimu, maka aku akan menikahimu.”


Malang 01 juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar