BAB VI
SEPEREMPAT
ABAD PERGERAKAN
(
1981 - 1989 )
1.
Kongres VII di
Cibubur Jakarta
Kongres ke VII PMII yang
berlangsung di Pusdiklat Pramuka Cibubur Jakarta pada tanggal 1 - 5 April 1981,
tidak kurang dari 400 utusan yang terdiri dari 42 pengurus cabang, 9
Koordinator cabang plus peninjau hadir dalam forum kongres tersebut.
Kongres ini mempunyai arti
tersendiri, karena pada masa inilah mulai pertama kali hasil-hasil kongres VI PMII setelah masa peralihan dari dependen
ke independen. Sekaligus juga untuk pertama kali kongres ini mengevaluasi pola
baru penyusunan program kerja jangka panjang dan pola baru program jangka
pendek (program kerja 3 tahunan PMII) dilaksanakan. Seperti telah disebutkan
pada bab terdahulu, bahwa sejak periode 1977 - 1981 itulah PMII menyusun
program kerjanya secara simultan dan berkesinambungan, yaitu progran kerja
jangka panjang yang berkurun waktu 15 tahun, dan program tersebut dipilah-pilah
dengan 5 tahapan program kerja 3 tahunan. Melalui tahapan-tahapan program kerja
yang simultan dan berencana itulah PMII mencanangkan dirinya untuk bersama
bangsa Indonesia
memasuki era global. Forum kongres ini juga menyusun program jangka panjang
yang dikenal dengan “Pola Pembinaan,
Pengembangan dan perjuangan” (P4-PMII) serta penjabarannya dalam pola umum
program kerja nasional (PUPKN-PMII) yang lebih terperinci yaitu program kerja 3
tahunan pengurus besar PMII. Disamping itu juga kongres memutuskan pokok-pokok
pikiran yang yang berkenaan dengan berbagai permasalahan bangsa, seperti
masalah Keislaman, generasi muda, kampus, dan kemahasiswaan, pendidikan,
ekonomi.\, hukum, politik, sosial, budaya, hankam, kesehatan, lingkungan hidup,
transmigrasi dan sebagainya (selengkapnya lihat lampiran).
Kongres ditutup pada tanggal 5
April 1981 ini, diakhiri dengan sidang pleno pemilihan pengurus besar PMII
periode 1981 - 1984. Sidang memutuskan sahabat Muhyiddin Arubusman (sebelumnya
Sekjen PB PMII periode 1977 - 1981, mahasiswa FKK universitas Jakarta) terpilih
sebagai Ketua Umum PB PMII periode 1981 - 1984, di dampingi oleh sahabat HM.
Tahir Husien (sebelumnya bendahara PB PMII periode 1977 - 1981, alumni IKIP
Jakarta) sebagai Sekjen. Dalam rangka melengkapi kepengurusan PB PMII periode
1981 - 1984 mereka didampingi oleh tim formatur yang terdiri dari :
1.
Drs. Man Muhammad
Iskandar - Ketua Umum Koorcab Jabar (wakil Dekan Fak. Ilmu Komunikasi Uninus Bandung )
2.
Drs. Masdar Farid
Ma’udi - aktivis LSM
3.
Drs. Supna Yusuf,
Alumni PMII Yogjakarta
Hasil rapat
formatur penyusunan kepengurusan PB PMII periode 1981 - 1984 adalah sebagai
berikut :
SUSUNAN PENGURUS BESAR PMII
( Periode 1981 -
1984 )
Ketua Umum : Muhyidin
Arubusman
Ketua : H.
Wahidudin Adam
Ketua :
Masdar Farid Mas’udi
Ketua : Muhaimin RD
Ketua :
Nu’man Abd. Hakim
Ketua :
Fadila Suralaga
Sekretaris
Jenderal : H. Tahir
Husien
Wakil Sekjen : A. Suherman
Has
Sekbid Organisasi : Muntaha
Azhari
Sekbid
Pengembangan Kaderr : Indriawan Ali
Mansur
Sekbid Da’wah dan
Pengabdian
Masyarakat : Zuhri Usman
Sikbid Alumni : Asmun Suhaimi
Sekbid Hub. Luar
Negeri : Bisri Efendi
Sekbid Korp PMII
Puteri : Lilis
Nurul Hasnaputri
Sekbid Olah Raga
dan Seni
Budaya :
Suhandi Azis
Sekbid Hubungan
Organisasi
Islam, Pemuda dan
Mahasiswa : Ismail Umri
Bendahara : H. Tanri
Umri
Wakil Bendahara : Ermalena M.Hs
Karena dalam
perjalanannya PB PMII periode ini mengalami hambatan disebabkan kurang
berfungsinya sebagian personalia Pengurus, maka pada bulan Juli 1983 di adakan
penyegaran / resuffle, dengan susunan selengkapnya sebagai berikut :
SUSUNAN PENGURUS BESAR PMII
( Periode 1981 -
1984 )
Hasil Resuffle
Ketua Umum : Muhyidin
Arubusman
Ketua : H.
Wahidudin Adam
Ketua :
Masdar Farid Mas’udi
Ketua : Muhaimin RD
Ketua :
Indriawan Ali Mansur
Ketua :
Fadila Suralaga
Sekretaris
Jenderal : A.
Suherman HS
Wakil Sekjen : Ismail Umri
Sekbid Organisasi : Ermalena M.Hs
Sekbid
Pengembangan Kaderr : Masykuri Abdillah
Sekbid Da’wah dan
Pengabdian
Masyarakat : Hasanudin
Al-Fathoni
Sikbid Alumni : Asmun Suhaimi
Sekbid Hub. Luar
Negeri : Dully Karly Easyid
Sekbid Korp PMII
Puteri : Lilis
Nurul Hasnaputri
Sekbid Olah Raga
dan Seni
Budaya :
Suhandi Azis
Sekbid Hubungan
Organisasi
Islam, Pemuda dan
Mahasiswa : Surya Dharma Ali
Bendahara : H. Tanri
Umri
Wakil Bendahara : Zuher Hoesen
2.
Tantangan dan
upaya mengatasinya
Perjalanan kepengurusan PB PMII
periode 1981 - 1984 ini banyak mengalami tantangan yang cukup serius, bahkan
jika dibandingkan dengan periode sebelumnya tantangan yang dihadapi lebih
berat, karena menyangkut hal-hal yang prinsipil bagi perjalanan PMII
selanjutnya. Permasalahan intern organisasi antara lain :
a)
Pemahaman dan
Aplikasi Ajaran Aswaja yang sempit
Seperti kita
ketahui bahwa PMII adalah satu-satunya organisasi mahasiswa yang secara tegas
menyatakan dirinya berhaluan Ahlussunnah Wal-Jama’ah (Aswaja). Pernyataan itu
secara eksplisit dicantumkan dalam AD/ART PMII :
“…… Maka atas
berkat rahmat Allah Swt, dibentuklah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang
berhaluan Ahlussunnah Wal-Jama’ah dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga…..”
Adalah ajaran
yang datang dari Muhammad Saw yang dalam aplikasi dan pemahaman ajarannya
didasarkan pada tuntunan operasional para sahabat Nabi, Tabi’in, Tabi’it
Tabi’in, dan para Imam Mazhab. Aswaja dalam bidang aqidah, menganut tuntunan
Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Mansur Al-Maturidi. Sedangkan dalam bidang
Peribadatan, bermazhab pada salah satu Imam Mazhab yang empat, yaitu : Imam
Syafi’I, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Hambali. Untuk bidang Akhlak atau
Tasawwuf mengacu kepada ajaran Abu Qosim Al-Junaidi Al-Baghdadi dan Abu Hamid
Muhammad Al-Ghozali.
Kerangka acuan dan pilihan aqidah
warga PMII ini tidak sepenuhnya salah (juga tidak sepenuhnya benar), namun
kultur yang tidak menunjang dan cara pemahaman yang masih sempit, maka warga
pergerakan ini kadang dianggap masih terbelakang, tidak kreatif bahkan jumud.
Lebih-lebih warga PMII yang berasal dari pergutuan tinggi umum, kita harus
mengakui secara jujur bahwa pemahaman kita tentang Aswaja masih sangat
terbatas. Disatu sisi hal ini dapat menghambat bagi pengkaderan PMII, karena
dapat menimbulkan beragamnya model dan materi Aswaja yang seringkali antara
satu dengan yang lain terjadi kesenjangan. Ada yang mendoktrin Aswaja hanya sebatas
hukum-hukum fiqih Syafi’iyah, namun ada yang mendoktrin lebih dari itu, bahkan
menggugat Aswaja sebagai tidak sesuai dan tidak mampu lagi mengikuti
perkembangan zaman. Itulah kesenjangan yang terjadi. Diantara dua titik ekstrim
tersebut terdapat variasi model atau versi Aswaja sebanyak jumlah cabang yang
ada. Bahkan tak mustahil sebanyak moment pengkaderan yang ada di PMII. Hal ini
sebenarnya bersumber dari ketidak mampuan PMII dalam merumuskan ajaran Aswaja
yang begitu luas dan konpleks kedalam Nilai-nilai Dasar Pergerakan (NDP-PMII).
Hal ini baru dapat dirimiskan secara agak sistematis (walaupun masih sangat
sederhana dan serba terbatas) pada kongres VIII 1985 di Surabaya . NDP-PMII sebenarnya berupa
kristalisasi Aswaja yang diaktualisasi dengan permasalahan-permasalahan kini
dan masa mendatang.
Upaya untk membuka wawasan dan
cakrawala berfikir warga PMII dalam memahami Aswaja, adalah dengan cara
membentuk kelompok-kelompok diskusi kecil yang khusus mendalami ajaran Aswaja
secara intensif. Gerakan diskusi ini di ikuti dengan kegiatan-kegiatan seminar
ataupun lokakarya. Ini baru langkah kecil yang dilakukan warga pergerakan untuk
memahami ajaran Aswaja secara mendalam dan komprehensif yang idealnya hal ini
dapat dilakukan secara simultan dan berkesinambungan untuk secara terus menerus
memahami, mempelajari dan mengamalkan Aswaja.
b.
Sumber Daya
Anggota Kelas Menengah Ke Bawah
Harus diakui,
bahwa mayoritas anggota PMII berasal dari mahasiswa yang berlatar belakang
kelas menengah kebawah. Hal ini disebabkan karena nilai idiil dan realitas
perjalanan historis PMII berasal dari keluarga Nahdliyin, Rekrutmen keanggotaan
PMII sampai saat ini masih mengacu pada pendekatan ideologi dan persamaan ide,
bukan pendekatan program. Hingga terbatas hanya dari kalangan tertentu saja
yang merasa terpanggil untuk bergabung dengan PMII. Akibat lebih jauh adalah
kualitas warga pergerakan sangat terbatas dan homogen serta agak sulit
dikembangkan.
Menyadari kelemahan ini, PMII
dimasa depan ditantang untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan bangsanya,
maka PMII lebih memantapkan strategi pengembangannya ke perguruan tinggi umum.
Ini suatu indikasi bahwa PMII sudah mulai berkembang tidak hanya di IAIN tapi
juga di perguruan tinggi umum.
c.
Mekanisme
Organisasi yang Kurang Efektif
Hal ini disebabkan antara lain
masih terbatasnya kader-kader PMII yang kualified dan berdedikasi terhadap
pergerakan. Keadaan ini memang tak mudah untuk dihapuskan begitu saja, penyebabnya
antara lain : Latihan-latihan yang terarah dan sistematis, belum mendapat
perhatian serius pada semua jajaran PMII, baik PB PMII sendiri hingga tingkat
Rayon, ditambah hambatan-hambatan klasik yang senantiasa menghantui semua
kegiatan PMII yaitu terbentur masalah pendanaan. Seperti kita ketahui, bahwa
sebagaian besar warga PMII berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah
(indikatornya: PMII cabang Solo Jawa Tengah pernah melakukan penelitian tentang
kemampuan ekonomi anggota PMII, ternyata lebih dari 80 % berasal dari keluarga
petani kecil, yang sebenarnya hanya punya modal kemauan untuk menyekolahkan
putranya kejenjang perguruan tinggi).
Disamping itu permasalahan yang
dihadapi PMII, yang datang dari luar organisasi, antara lain kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan maupun bidang politik. Secara umum
permasalahan tersebut, adalah :
Þ
Penerapan sistemm kredir semester (SKS) di perguruan
tinggi. Dengan diberlakukan sistem SKS, mahasiswa hampir tidak mempunyai waktu
lagi untuk kegiatan ekstra kurikuler. Bahkan mahasiswa diprogram untuk cepat
menyelesaikan studinya. Sistem SKS yang mulai berlaku dengan SK Mendikbud No.
0124, pada mulanya hanya berlaku untuk mahasiswa perguruan tinggi umum, tetapi
sejak tahun akademi 1984/1985 juga diberlakukan di perguruan tinggi agama.
Untuk lebih memahami sistem baru ini dan sejauh mana pengeruhnya terhadap
eksistensi organisasi ekstra universitas, termasuk PMII, dapat kita lihat,
bahwa SKS merupakan suatu bentuk pengaturan jenjang studi dan pengaturan
pelaksanaan studi yang bertumpu pada kemauan dan kemampuan mahasiswa. Dalam
sistem SKS ini dianut model evaluasi keberhasilan studi, yang selama kurun
waktu studi itu seorang mahasiswa harus melalui tahapan-tahapan evaluasi.
Evaluasi pertama, berlangsung setelah mahasiswa menempuh kuliah selama 4
semester, ia minimal harus mampu meraih 30 SKS dengan indeks prestasi tidak
kurang dari 2 bila ia telah mencapai 30 kredit atau bahkan lebih. Tapi IP
kurang dari 2, ia akan di drop-out. Selanjutnya mahasiswa juga harus melalui
evaluasi tahap kedua yakni setelah mahasiswa menempuh kuliah 4 smester
berikutnya atau 8 semester. Secara minimal ia harus mangantongi 74 kredit
dengan IP tidak boleh kurang dari 2, dan evaluasi tingkat selanjutnya adalah
evaluasi setelah 5 tahun perkuliahan. Mahasiswa minimal harus mencapai kredit
110 dengan IP tidak kurang dari 2, setelah itu barulah mahasiswa bisa
menghabiskan masa studinya yang 7 tahun tersebut ia akan berhasil sebagai
sarjana atau droup-out.
Akibat
pemberlakuan sisten SKS itu, PMII menghadapi dilema yang cukup serius. Sistem
pengkaderan PMII harus disesuaikan dengan kalender akademik dan kondisi anggota
pergerakan. Waktu pengkaderan juga disesuaikan dengan kegiatan mahasiswa di
dalam kampus. Ada
beberapa cabang yang mencoba menyesuaikan diri dengan sistem tersebut,
memberlakukan sistem pengkaderan ala kredit semester ini, yaitu memecah-mecah
materi dan waktu pengkaderan dengan beberapa tahapan pelaksanaan. Misalnya
paket latihan Kader dasar, yang jika diterapkan secara utuh dapat memakan waktu
sampai 6 X 24 jam , dengan sistem kredit pengkaderan dilaksanakan menjadi 24
jam X 6 tahapan pengkaderan.
Hal lain yang
juga berpengaruh terhadap eksistensi organisasi ekstra universitas, termasuk
PMII, adalah kebijkasanaan pemerintah yang mengatur tentang kshidupan mahasiswa
skitar tahun 1970-an seperti terbentuknya KNPI di bulan Juli 1973. Maka
eksistensi mahasiswa Indonesia
sebagai komunitas dengan sub-kulturnya tidak diakui lagi. Sebab mahasiswa sudah
diperlakukan sebagai bagian yangg utuh dari pemuda. Sekalipun secara formal
KNPI ditetapkan sebagai badan komunikasi antar organisasi pendukungnya.
Organisasi mahasiswa ekstra universitas seperti PMII, GMNI, PMKRI dan lain
sebagainya, yang diharuskan bernaung di bawah KNPI dikontrol ketat oleh kantor
Menteri Negara urusan pemuda dan olah raga. Setelah UU Keormasan diundangkan
pada tahun 1985, maka aparat departemen dalam negeri-pun bertindak sebagai
pengawas dan pembina. Keseluruhan kebijaksanaan yang mengatur dunia
kemahasiswaan itu, secara langsung atau tidak, membatasi (bahkan melarang)
gerak organisasi mahasiswa ekstra universutas, seperti PMII dan yang lainnya di
kampus. Jelas kegiatan mereka yang berdimensi politik tidak dimungkinkan lagi.
Sanksi yang berat seperti pemecatan dan pengucilan dari dunia pendidikan,
mamatikan niat dan inisiatif mahasiswa untuk menyatakan pandangannya secara
kritis. Resiko berikutnya adalah mandulnya organisasi ekstra universitas atau
mati sama sekali.
3.
Kongres VIII dan
Azas Tunggal
Dalam kongres VII ini, sahabata
Ermalena MHS sebagai ketua panitia nasional. Inilah satu-satunya PMII puteri
jadi ketua panitia kongres sepanjang sejarah PMII, dengan wakil ketua dan
sekretaris, sahabat Isa Munhsin dan Abdul Khalik Ahmad. [1])
Peserta kongres kali ini sedikit berbeda jika dibandingkan dengan
kogres-kongres terdahulu. PMII yang selama ini dikenal sebagai organisasi
mahasiswa IAIN, tetapi dalam kongres VII ini ternyata kader-kader yang menjabat
kepengurusan ditingkat cabang maupun Koorcab banyak yang berasal dari pergutuan
tinggi umum, dengan prosentase hampir 70 %. Hal ini membalik anggapan orang,
yang selama ini PMII dianggap sebagai perkumpulan mahasiswa Ulama, sebab
sebagian besar warganya berasal dari perguruan tinggi agama dan sifat kesantriannya
yang menonjol. Perubahan ini terjadi, mungkin sejak PMII bertekad pada saat
latihan kader lanjutan tahun 1983 akan mendominasi IAIN disamping bergerak
meluaskan sayapnya di perguruan tinggi umum.
Para tokoh-tokoh PMII yang tampil
sebagai kandidat ketua umum PB PMII periode 1985 - 1988, antara lain : Sahabat
Iqbal Assegaf (mantan ketua umum PMII cabang Bogor Jawa Barat), Sahabat Abdul
Jalil (mantan ketua umum PMII cabang DKI Jaya), Sahabat Masykuri Abdullah
(fungsionaris PB PMII), Sahabat Isa Muchsin (ketua umum PMII cabang DKI),
Sahabat Indriawan Ali Mansur (fungsionaris PB PMII) dan sahabat Surya Dharma
Ali (mantan ketua umum PMII cabang Ciputat).
Yang terjadi
dalam proses pemilihan, akhirnya sahabat Surya Dharma Ali yang didukung oleh kelompok
non-Jakarta meraih suara terbanyak, yang hanya terpaut dua suara dengan sahabat
Iqbal Assegaf. Para senior PMII yang menjadi aktor dibalik kemenangan sahabat
Surya Dharma Ali adalah kelompok Yogjakarta, mereka antara lain : Arief Mudasir
Mandan, arifin Junaidi (keduanya aktivis LSM/kini aktisf di UNDP - badan PBB
untuk pembangunan), dan sahabat Enceng Sobirin (kini pimpinan studi demokrasi
LP3ES Jakarta), didukung oleh kekuatan Jawa Timur yang dimotori oleh sahabat
Masduki Baidlawi (ketua umum PMII Surabaya, mantan wartawan Tempo, Editor dan
Tiras)
Sedang senior dari Jakarta
terpecah, seperti sahabat Madjidi Syah, Ahmad Bagja, Mohammad Rodja, Muhyidin
Arubusman, diantara mereka ada yang mendukung sahabat Iqbal Assegaf, sementara
yang lain mendukung sahabat Masykuri Abdillah. Sedang Abdul Jalil, yang mantan
ketua umum DKI, jalan sendiri walau tanpa dukungan dari senior Jakarta . Yang terjadi dalam pemilihan,
Sahabat Abdul Jalil hanya meraih satu suara. Kandidat yang didukung oleh senior
dari Jakarta
seperti Sahabar Iqbak Assegaf dan Masykuri Abdillah masing-masing menempati
posisi kedua dan ketiga.
Sementara untuk jabatan sekretaris
Jenderal, waktu itu dipilih secara langsung oleh peserta kongres. Setelah tiga
calon diajukan oleh ketua umum terpilih - sejak kongres VII di Surabaya tahun
1988 sudah tidak dilakukan lagi - bersaing antara Isa Muchsin, Endin AJ.
Sofiahara (keduanya sahabat se almamater dan sekamar tidur yang selalu bersaing
sejak dari PMII Jakarta). Calon lain, tapi mengundurkan diri adalah Abdurrahman
Mas’ud (ketua umum PMII cabang Ciputat). [2])
Akhirnya forum kongres memutuskan
sahabat Surya Dharma Ali dan Sahabat Isa Muchsin terpilih masing-masing sebagai
ketua umum dan sekretaris jenderal PB PMII periode 1985 - 1988, dengan susunan
pengurus selengkapnya sebagai berikut :
SUSUNAN PENGURUS BESAR PMII
( Periode 1985 - 1988 )
Hasil Kongres Di Bandung
Ketua Umum : Surya Dharma
Ali
Ketua :
Andi Muarly Sunrawa
Ketua :
Masykuri Abdillah
Ketua :
Endin AJ Sofihara
Ketua : Iis
Kholilah
Sekretaris
Jenderal : M. Isa
Muchsin
Wakil Sekjen : Arifin Junaidi
Sekretaris : H.
Abdurrahman Mas’ud
Sekretaris : Chaidar
Jamat
Sekretaris : Sastra
Juanda
Sekretaris : Saifullah
Ma’shum
Sekretaris : Siti
Jariyah Alwi
Sekretaris : Machrus
As’ad
Sekretaris : Dede
Mahmudah
Bendahara : Muchsin
Ibnu Juhan
Wakil bandahara : Abu Sholeh Ali
Dalam perjalanannya duet
kepemimpinan Surya - Isa tidak berjalan harmonis, sehingga tidak mampu menampilkan
sosok organisasi yang dinamis dan progresif. Surya selaku ketua umum terlalu
sibuk dengan pekerjaannya sendiri, sedang Isa sering jalan sendiri, seolah
sebagai rival ketua umum. Sementara fungsionaris PB PMII lainnya bersikap
menunggu dan tidak bekerja sebagaimana yang diamanatkan kongres. Untuk
mengatasi kebekuan dan ketidak harmonisan ini PB PMII melakukan pembenahan
dengan me-resuffle kepengurusan PB PMII hasil kongres, sehingga susunan PB PMII
menjadi :
SUSUNAN PENGURUS BESAR PMII
( Periode 1985 - 1988 )
Hasil Resuffle I
Ketua Umum : Surya Dharma
Ali
Ketua :
Andi Muarly Sunrawa
Ketua :
Masykuri Abdillah
Ketua :
Endin AJ Sofihara
Ketua : Iis
Kholilah
Sekretaris
Jenderal : M. Isa
Muchsin
Wakil Sekjen : Arifin Junaidi
Sekretaris : H.
Abdurrahman Mas’ud
Sekretaris : Chaidar
Jamat
Sekretaris : Mujib
Rahmat
Sekretaris : Sastra
Juanda
Sekretaris : Saifullah
Ma’shum
Sekretaris : Maria
Ulfa
Sekretaris : Zuher
Husni
Sekretaris : Machrus
As’ad
Sekretaris : Dede
Mahmudah
Bendahara : Abu Sholeh
Ali
Wakil bandahara : Adawiyah
Persoalan lain yang dianggap
menggangu perjalanan PB PMII, adalah adanya beberapa fungsionaris PB PMII dan
Alumni PMII yang dianggap melakukan penyelewengan terhadap independensi PMII.
Mereka menghadap ketua Umum DPP PPP Dr. HJ. Naro pada tanggal 13 Agustus 1986,
dan hasil pertemuan itu di siarkan ke mas media yang isinya : PMII
mendukung PPP .
Masalah ini sempat mendapat reaksi
dari beberapa cabang dan koordinator cabang yang sedang mengikuti latihan pers
yang diadakan di Jakarta .
Sebanyak 13 Koorcab dan cabang yang dimotori oleh PMII DKI melalui “Memorandum Ciliwung” menyatakan sikap
ketidak puasan terhadap kepengurusan PB PMII periode 1985 - 1988. Sikap itu disiarkan
secara terbuka melaui media massa .
[3])
Untuk kesekian kalinya PB PMII
harus mengadakan pembenahan di tubuh PB PMII dengan melakukan resuffle yang
kedua kalinya terhadap fungsionaris PB PMII yang dinilai menyeleweng dari garis
independensi PMII. Susunan pengurus Besar hasil resuffle yang ke dua ini
sebagai berikut :
SUSUNAN PENGURUS BESAR PMII
( Periode 1985 - 1988 )
Hasil Resuffle II
Ketua Umum : Surya Dharma
Ali
Ketua :
Andi Muarly Sunrawa
Ketua :
Masykuri Abdillah
Ketua : Arifin Junaidi
Ketua :
Iriani Suaidah
Sekretaris
Jenderal : M. Isa
Muchsin
Wakil Sekjen : Saifullah
Ma’sum
Sekretaris : H.
Abdurrahman Mas’ud
Sekretaris : Chaidar
Jamat
Sekretaris : Mujib
Rahmat
Sekretaris : Sastra
Juanda
Sekretaris :
Quresy Modury
Sekretaris : Maria
Ulfa
Sekretaris : Zuher
Husni
Sekretaris : Machrus
As’ad
Sekretaris : H. Siti
Ma’rifah
Bendahara : Abu Sholeh
Ali
Wakil bandahara : Adawiyah
4.
PMII daan Aaas
Tunggaal Pancaasilaa
Salaah saatu keputusan penting
dalam forum kongres VIII PMII di Bandung ini adalah penerimaan Pancasila
sebagai azas organisasi PMII.
Kita telah sepakat bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang terdiri dari beraneka ragam perbedaan, baik agama, Suku, adat
istiadat, maupun perbedaan dalam pemahaman terhadap aliran politik. Perjalanan
sejarah bangsa Indonesia
penuh dengan keaneka ragaman, baik itu bersifat keagamaan, pemahaman dan
aplikasi politik maupun perbedaan minat dan kepentingan. Untuk itu tidak heran
apabila bangsa Indonesia
kaya dengan kelompok-kelmpok politik maupun organisai yang satu dengan lainnya
berbeda secara tajam. Sebagai gambaran bermacam aliran atau golongan politik
yang pernah tumbuh dan lahir sesudah kemerdekaan, yaitu :
1)
Masyumi (Majlis
Syuro Muslimin Indonesia )
yang dipimpin oleh Dr. Sukiman Wiryosandjoyo, 7 Nofember 1945
2)
PKI (partai
Komunis Indonesia ),
yang dipimpin oleh Mr. Moh. Yusuf, 7 Nopember 1955, PKI ini sebelumnya telah
berdiri pada tanggal 21 Oktober 1945.
3)
PBI (Partai Buruh
Indonesia )
yang dipimpin oleh Nyono, 8 Nopember 1945
4)
Partai Rakyat
Jelata , dipimpin oleh Sultan Dewanis, 8 Nopember 1945
5)
Parkindo (Partai
Kristen Indonesia), dipimpin oleh Ds. Probowinoto, 10 Nopember 1945
6)
PSI (Partai
sosialis Indonesia ),
dipimpin oleh Mr. Amir Syarifudin, 10 Nopember 1945
7)
PRS ( Partai
rakyat sosialis), dipimpin oleh Sultan Syahrir, 20 Nopember 1945
8)
PKRI (Partai
katolik Republik Indonesia ),
dipimpin oleh IJ. Kasimo, 8 Nopember 1945
9)
PERMAI (Persatuan
rakyat Marhaen Indonesia ),
dipimpin oleh JB. Assa, 17 Nopember 1945
10)
PNI (Partai nasional Indonesia ),
dipimpin oleh Sidik Djoyosukarto, 29 Januari 1946, Partai ini didirikan sebagai
hasil gabungan antara PRI (partai Rakyat Indonesia ),
Gerakan Republik Indonesia ,
yang masing-masing telah berdiri pada bulan Nopember 1945. [4])
11)
IPKI (Ikatan pendukung Kemerdekaan Indonesia ), Organisaasi ini
mewaakili aspirasai politik pimpinaan angkatan daraat, dibentuk oleh paara
perwira angkatan darat, diantaraanyaa AH. Nasution padaa bulan Mei 1954.
12)
Partai MURBA, sebuah partai dengan sikap anti fasis, nti impreaalis,
daan anti kapitalis, didirikan pada tanggal 7 Nopember 1948 oleh Sukarni,
Maruto Nitimihardjo dan Pandu Kartawiguna yang menjadi pengikut Tan Malaka.
13)
Partai Pesatuan Daya, partai ini dimaksudkan untuk mewakili penduduk
asli Kalimantan Tengah
14)
PERTI (Pergerakan Tarbiyah Islamiyah) berdiri sejak tahun 1930 di
Bukittinggi, dan sejak bulan Nopember 1945 berubah jadi partai Politik,
berbasis di Sumatera Tengah.
15)
PRIM (Partai republik Indonesia
merdeka), Partai nasionalis kecil yang bergabung dengan koalisi Pancasila.
16)
PPTI (Partai persatuan Tarekat Islam) partai ini mewakili kelompok
mistik Islam di Sumatera Tengah.
17)
PSII (partai sarekat Islam Indonesia ) partai ini pecahan dari
partai Masyumi pada bulan April 1947
18)
PRN (partai rakyat nasional) didirikan oleh bekas tokoh PNI Djodi
Gondokusumo pada tanggal 23 Juli 1950.
19)
NU (nahdltul Ulama) didirikan pada tahun 1926, sejak tahun 1952
memisahkan diri dari Masyumi dan menjelma manjadi partai sendiri. [5])
Jika kita amati sejarah perjalanan bangsa Indonesia , tidak dapat disangkal
bahwa bangsa kita ini adalah bangsa yang pluralistik. Dan kita juga paham bahwa
semua partai/organisasi itu telah berjasa membela Tanah air Indonesia -
Kecuali PKI - karena PKI selalu membahayakan keutuhan dan persatuan bangsa
serta tidak segan-segan bertindak diluar batas perikemanusiaan untuk mencapai
tujuannya.
Dengan beraneka macam partai dan
aliran politik yang dianut, bangsa Indonesai kaya dengan pengalaman sejarah.
Seperti ketika perang kemerdekaan, hampir tidak ada satu golongan politik-pun
yang bertentangan secara diametral, kecuali Partai Komunis yang memang punya
ambisi berlebihan untuk berkuasa. Golongan ini memanfaatkan kesempatan bangsa
kita yang sedang sibuk menghadapi agresi Belanda II, dengan melancarkan
pemberontakan di Madiun 1948.
Lahirnya Orde Baru pada 11 Maret
1966 membawa harapan baru bagi bangsa Indonesia .
Perbedaan antara partai politik tetp dibiarkan hidup, bahkan dikembangkan untuk
menuju satu keonsensusu yang bersendikan musayawarah untuk mufakat. Beberapa
saat iklim dapat terpelihara dengan baik, namun tiba-tiba ketidak dewasaan
bangsa Indonesia
kambuh lagi. Pemerintah mensinyalir ketika pelaksanaan pesta demokrasi tahun
1982 timbul rasa fanatisme golongan yang sempit. Fanatisme ini muncul, karena
para kontestan pemilu maasih mempertahankan azas dan ciri inilah sumber peledak
dari fanatisme golongan, yang menjadukannya bangsa Indonesia terkotak-kotak.
Akhirnya pemerintah berkesimpulan,
seluruh organisasi politik, harus berazas satu, yaitu Pancasila,
Konsekwensinya, kini tidak ada lagi partai politik yang berazaskan agama, atau
faham lainnya kecuali Pancasila.
Keinginan pemerintah tersebut,
ditiangkan dalam bentuk TAP MPR yang di bakukan dalam GBHN. Dengan ketetapan
ini, tiba-tiba perkembangan politik Indonesia berjala lain. Kalau sebelumnya pemerintah hanya
menginginkan partai politik saja yang berazas Pancasila, tetapi dalam
perkembangannya, juga merambat kepada organisasi kemasyarakatan, tak terkecuali
organisasi kemahasiswaan. Keadaan ini sempat mengundang reaksi organisasi
mahasiswa dan pemuda, mereka sempat menolak kebijaksanaan pemerintah tersebut,
namun pemerintah tetap dengan kebijaksnaan itu dan dipaksakan berlaku untuk
semua organisasi yang hidup di Indonesia .
Mula-mula HMI, organisasi mahasiswa
tertua yang dianggap mempunyai pengaruh besar di perguruan tinggi ini,
menyelenggarakan kongres di Medan (kongres ke XV), disinyalir, pemerintah
melalui Menteri pemuda dan olah raga Dr. Abdul Ghafur, mengharapkan agar
kongres HMI mengambil keputusan dan menjadi pelopor dalam penggantian azas dari
azas Islam menjadi azas Pancasila. Panitia kongres yang menghadap Menpora telah
menyanggupi, bahwa masalah ini akan diputuskan oleh kongres, namun ternyata
peserta kongres dari 40 cabang menolak dengan bulat pergantian azas tersebut.
Pemerintah geram karena merasa dikelabui dan mengancam akan membubarkan organisasi yang tidak mau merubah azasnya.
Bukan hanya HMI, organisasi lain seperti PII (pelajar islam indonesia ), IPM
(ikatan pelajar muhammadiyah), PM (pemuda muhammadiyah) juga berbuat yang sama.
Adapun organisasi Islam yang menerima, seperti AL—Irsyad, Pemuda Muslimin, dan
Gerakan Pemuda Islam, sehingga akhirnya pemerintah mengeluarkan ketentuan bahwa
setiap organisasi, baik itu organisasi masyarakat, pemuda maupun organisasi
mahasiswa , bila akan mengadakan kegiatan yang bersakala nasional, harus
terlebih dahulu menyatakan berazas Pancasila. Satu contoh, misalnya, GMNI gagal
melaksanakan kongres yang ke VIII pada bulan Agustus 1984 di Yogjakarta. Para peserta
kongres
kongres yang
sudah berdatangan ke arena kongres, terpaksa pulang kembali karena izin kongres
tidak turun.
Dalam tubuh PMII sendiri sempat terjadi
pergulatan intern dalam menanggapi kebijaksanaan azas tunggal tersebut.
Terlihat dalam forum latihan kader menengah (LKM) yang diselenggarakan PMII
Cabang DKI pada tanggal 10 - 17 April 1984 yang di ikuti oleh cabang-cabang se
Jawa dan Kalimantan , menolak dengan keras
pemberlakuan Pancasila sebagai satu-satunya azas. Namun setelah pemerintah,
baik Presiden Soeharto langsung maupun melalui penjelasan-penjelasan Menteri
negara Pemuda dan Olah Raga memberikan jaminan bahwa pemberlakuan azas tunggal
Pancasila tidak akan menghilangkan motivasi dasar dari organisasi
masing-masing. Bahkan pemerintah lebih menjamin kemajuan dan kesemarakan dari
masing-masing organisasi itu akan tetap seperti semula. Bahkan pemerintah menantang
agar organisasi itu berlomba untuk menyemarakkan dirinya dalam alam kehidupan
negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Untuk menghindari terjadinya
kesimpang siuran dalam pamanduan sikap PMII terhadap pemberlakuan Pancasila
sebagai satu-satunya azas. Pada kesempatan memperingati hari lahirnya yang
XXIV, ketua umum PB PMII menyampaikan pidato. Dalam pidato tersebut PB PMII
menyinggung sikap PMII terhadap kebijaksanaan pemerintah itu sebagai berikut :
Bagi PMII, kesepakatan dasar yang telah dikenal dengan Pancasila itu
dapat diterima dan disetujui atas beberapa pertimbangan, antara lain :
Pertama :
Bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasi la tidak
bertentangan dan dibenarkan Islam.
Kedua : Bahwa
Pancasila sebagai ideologi
negara tidak akan menjadi
alternatif dari agama, Artinya Pancasila tidak akan dijadikan suatu agama baru
sehingga dapat menjadi tandingan
terhadap agama-agama yang telah ada.
Ketiga
: Bahwa Pancasila
itu merupakan satu kesepakatan
bersama antara kelompok-kelompok masyarakat yang ada untuk mewujudkan satu
kesatuan politik bersama.
Bertolak dari pandangan dasar itu, maka antara PMII dan
Pancasila tidak ada persoalan.
Secara historis PMII dan
Pancasila tidak pernah bertentangan, karena dengan nama PMII itu sendiri
mengandung aspek keindonesiaan. Hal ini nampak jelas pada huruh “I” yang
terakhir (Indonesia ),
juga tercantum dalam AD/ART. Meskipun dalam perjalanannya PMII menggunakan
Aswaja sebagai azasnya, tetapi rumusan Pancasila dan wawasan kebangsaan tampak
sekali pada AD/ART-nya :
Insyaf dan sadar bahwa ketuhanan yang maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia merupakan ideologi negara dan falsafah bangsa
Indonesia. Menjadi kewajiban setiap warga negara, baik secara orang-perorangan
maupun bersama untuk melaksanakan dan mempertahankan dengan segala tekad dan
kemampuan. [6])
Oleh karena itu, azas tunggal
Pancasila bisa diterima sebagai landasan organisasi secara mulus pada kongres
PMII ke VIII 1985 di Bandung Jawa Barat.
PMII menerima Pancasila sebagai
azasnya, melalui ketetapan sidang pleno ke 15 kongres ke VIII PMII di Bandung
Jawa Barat pada tanggal 16 - 20 Mei 1985. Sejak saat itulah PMII memberlakukan
Pancasila sebagai azasnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5.
Penyempurnaan
Rumusan Nilai-Nilai Dasar PMII
Keputusan penting lainnya
yang dihasilkan kongres ke VIII di Bandung adalah “Penyempurnaan Nilai-nilai
Dasar PMII” (NDP-PMII). Perumusan NDP ini merupakan amanat sejarah, sebab sejak
kongres ke V di Ciloto BogorJawa Barat tahun 1973 telah diputuskan bahwa perumusan
NDP dinilai sangat penting dan harus segera disusun. Beberapa keputusan untuk
memperlancar perumusan NDP tersebut, telah dikeluarkan sejak tahun 1973,
seperti pemberian mandat (amanat) kepada PB PMII periode tertentu untuk
merampungkan rumusan tersebut. Namun pencarian panjang untuk perumusan itu
membuktikan bahwa masalahnya tidak sederhana. Ini berlangsung hingga kongres
VIII tahun 1985 di Bandung ,
Dalam keputusan kongres VIII No. VI/Kong-VIII/85 tentang kerangka dasar nilai
dasar perjuangan PMII diktum 2 ditetapkan bahwa kongres “Menugaskan pada PB PMII periode 1985 - 1988 untuk melengkapi dan
menyusun secara utuh dan menyeluruh NDP PMII”. Dengan bercermin kepada
sejarah PMII sejak tahun 1973, maka PB PMII telah mengeluarkan beberapa
keputusan yang memberikan kepercayaan pada cabang-cabang tertentu, Seperti
cabang PMII Jember, Cabang Yogjakarta dan Cabang Surakarta. Sejak kongres V di
Ciloto Bogor Jawa Barat tahun 1973, sedah ada bebrapa rumusan NDP, antara lain
: Rumusan kesepakatan Musyawarah Kerja Nasional tentang NDP (Tanggal 1 - 5 Mei
1976 di Bandung) meliputi :
I.
Urgensi NDP Bagi
PMII
II.
Posisi NDP PMII
III.
Pengertian NDP PMII
IV.
Kerangka Permasalahan NDP PMII
1.
Mukaddimah
2.
Dimensi Hubungan
Manusia Dengan Tuhan
3.
Dimensi Hubungan
Manusia Dengan Manusia
4.
Dimensi Hubungan
Manusia Dengan Alam
5.
Dimensi Masalah
Ilmu Pengetahuan
6.
Kesimpulan
V.
Mekanisme Kerja
Penyusunan NDP PMII
Komisi I (organisasi) yang bertugas
merumuskan NDP PMII tersebut, dipimpin
Oleh sahabat Yusuf Muhammad sebagai Ketua, sahabat Sunarno Mawardi sebagai
sekretaris dan sahabat RGA. Hardjono sebagai wakil sekretaris. Kemudia Komisi
organisasi yang membahas tentang NDP dalam kongres VII PMII pada tanggal 1 - 4
April 1981 di Cibubur, menetapkan kerangka
NDP PMII sebagai berikut :
1.
Mukaddimah
2.
Pengertian NDP
3.
Urgensi NDP
4.
Posisi NDP
5.
Kerangka
Permasalahan NDP :
a.
Dimensi Hubungan
Manusia Dengan Tuhan
b.
Dimensi Hubungan
Manusia Dengan Manusia
c.
Dimensi Hubungan
Manusia Dengan Alam
d.
Dimensi Masalah
Bernegara
e.
Dimensi Masalah
Ilmu Pengetahuan
6.
Kesimpulan
Adapun kerangka NDP PMII yang dihasilkan komisi organisasi Kongres VIII
PMII pada tanggal 15 - 20 Mei 1985 di Bandung, meliputi :
BAB I. PENDAHUKUAN
A.
Umum
B.
Kerangka Landasan
NDP PMII
1.
Mukaddimah
2.
Pengertian NDP
3.
Urgensi NDP
4.
Posisi NDP
BAB II. POKOK-POKOK
NDP PMII
A.
Universalitas
Islam
1.
Hubungan Manusia
Dengan Allah
2.
Hubungan Manusia
Dengan Manusia
3.
Hubungan Manusia
Dengan Alam
B.
Faham Ahlussunnah
Wal-Jama’ah
1.
Historis
2.
Aqidaah
3.
Fiqih
4.
Tasawuf
C.
Pandangan Aswaja
Tentang Masyarakat
1.
Beberapa pendapat
Ulama Sunny mengenai hidup bermasyarakat
2.
Pengertian-pengertian
konklusif mengenai hidup bermasyarakat
D.
Pandangan Aswaja
Tentang negara
1.
Beberapa pandapat
Ulama Sunny mengenai faham bernegara
2.
Sejarah
Kepemerintahan dalam Islam
3.
Pengertian
konklusif mengenai Aswaja dan masalah Negara
E.
Pandangan Aswaja
Tantang bernegara di Indonesia
BAB III.
PENUTUP
Pada bulan April 1986 PB PMII
membentuk timpembantu penyiap bahan NDP PMII, melalui SK Nomor : 019/PB-IX/IV/1986, dengan susunan personalia
sebagai berikut
Ketua :
Nukbah El-Mankhub
Wakil Ketua : Moh. Dian
Nafi’ AP
Sekretaris : A. Taufiq
Hidayat TR
Wakil Sekretaris : Khalid Anwar
Anggota-anggota : :
·
Ismail Thayib
·
Imam Yaskur
·
Akhmad Khamim
·
Mukhlis Yahya
·
Sugeng Wisnu Haryadi
·
Mufrod Teguh Mulyo
·
Munifatul Barroh
2.
KH. Yasin
3.
KH. Baidlawi LC
4.
KH. Drs. Lukman
Suryani
5.
KH. Slamet
Iskandar
6.
KH. Sholeh Mahfud
7.
Nurtontowi, BA
Sedangkan tim
inti yang diberi mandat PB PMII untuk menyusun NDP PMII yang dibentuk melalui
SK Nomor : 099/SK/PB-IX/VIII/’87, tertanggal 30 September 1987 adalah sebagai
berikut : [7]
1.
M. Fajrul Falakh
SH (Koordinator)
2.
Khalidy Ibhar
3.
A. Hamid Halimy
4.
Mahrus Roem
5.
Otong Abdurrahman
6.
Ubaidillah
Abdillah
7.
Abdul Mun’im DZ
8.
Moh. Imam Aziz
9.
Drs. A. Malik
Madany (Nara
Sumber)
10.
Drs. M. Masyhur Amin (Nara
Sumber)
[1] Effendy Choirie, PMII
Antara Gerakan Pencerahan Dan Perebutan Kursi, (Catatan Lepas Seoraang Aktivis
1983 - 1994), Forum Humanika, Jakarta ,
1994
[2] Ibid, Halaman 17 - 18
[3] Effendy Choirie, Ibid, Halaman 26
[4] Sekretariat Negara, 30
Tahun Indonesia , PT
Tra Pustaka, Jakarta ,
1981, Halaman 56
[5]Dnan Buyung Nasution, Aspirasi
pemerintahan konstitusional di Indonesia ,
PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta ,
1995, Halaman 443 - 445.
[6] Ananimaous, Ketetapan-ketetapan
MPR 1988, Lubuk Agung, Jakarta ,
1988
[7] Moh. Fajrul Falakh, Dokumen
Nilai-nilai Dasar PMII, Eks. Penyusun NDP PMII, 1988.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar