BAB VII
ANTISIPASI
PMII MASA DEPAN
(1988-1991)
A. PENGESAHAN RUMUSAN NDP PMII
Seperti telah dikemukakan
pada bab terdahulu, bahwa perumusan PMII merupakan amanat sejarah, sebab sejak
kongres V di Ciloto, Bogor Jawa Barat 1973 telah diputuskan bahwa perumusan
tersebut sangat urgen dan harus segera disusun. Beberapa upaya untuk
memperlancarkan perumusan NPD itu telah dilakukan sejak tahun 1973, misalnya
berupa pemberian amanat kepada PB PMII periode tertentu untuk merampungkan
perumusan dimaksud. Perjalanan panjang
perumusan NPD tersebut menunjukkan bahwa masalahnya tidak sederhana. Mengingat rumitnya masalah atau kesulitan
teknis dalam mengorganisasikan ikhtiar perumusannya. Upaya itu terus belangsung hingga kongres IX
tahun 1988 di Surabaya . Tampak bahwa rumusan yang disyahkan Kongres
IX merupakan rangkaian tahap yang menentukan dalam waktu lima belas
tahun ikhtiar itu, terlihat juga pada pembahasan dalam kongres IX. Sidang komisi NDP PMII dalam kongres IX
berlangsung paling lama dan selesai paling akhir dari komisi-komisi lainnya.
Adapun tokoh – tokoh PMII yang terlibat aktif dalam penyusunan dan
perumusan NPD PMII ini – disamping tim inti dan tim pembantu penyiap bahan –
bahan NDP PMII – antara lain : Ds. Arifin Junaidi (Jakarta), Drs. Kusmin
Busyairi, Drs. Abdul Malik Madany, dan Drs. Masyur Amin (ketigany dari
Yogyakarta) berindak sebagai nara sumber tim, Drs. Noer Iskandar al Barsany
(Purwokerta) serta Drs. H. Yusuf Muhamad (Jember).
Cara Merumuskan NDP PMII
NDP PMII dirumuskan
sebagai pandangan yang mencerminkan keyakinan terhadap islam sebagai keyakinan
mutlak tertinggi dan universal. Mencerminkan pemahaman terhadap Islam menurut
paradigma pemahaman Ahlussunah wal Jama’ah mencerminkan kesadaran sejarah dan
kesadaran sosial (islam, ummat manusia dan Bangsa).
Secara essensial nilai
dasar pergerakan ini adalah suatu sublimasi nilai ke-islaman dan ke-Indonesiaan
dengan kerangka pemahaman keagamaan Ahlussunnah Wal Jama’ah yang menjiwai
berbagai aturan, memberi arah dan pendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan
PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan
pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi nilai dasar pergerakan ini
meliputi cakupan aqidah, Syari’ah dan akhlak dalam upaya memperoleh
kesejahteraan dunia dan akhirat. Dalam
upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut PMII menjadikan
Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai pemahaman keagamaan yang dianggap paling
mendekati kebenaran. Bagi PMII, NDP ini
akan berfungsi sebagai :
a.
Sebagai landasan berpijak, yaitu setiap gerak langkah
dan kebijaksanaan yang harus dilaksanakan.
b.
Sebagai landasan befikir, bahwa NDP adalah menjadi
dasar pendapat yang dikemukakan terhadap persoalan yang dihadapi.
c.
Sebagai motivasi, NDP harus menjadi pendorong kepada
anggota untuk berbuat dan bergerak sesuai dengan nilai yang terkandung di
dalamnya.
Sedangkan kedudukan NDP
bagi PMII adalah sebagai rumusan nilai – nilai yang seharusnya dimuat dan
menjadi aspek ideal dalam berbagai aturan kegiatan PMII, landasan dan dasar
pembenar dalam berfikir, bersikap dan berperilaku.
NDP PMII yang akhirnya
diputuskan dalam kongres IX PMII tanggal 14 – 19 September 1988 di Surabaya –
Nomor : VIII/Kong – PMII/IX/’88 – secara garis besar meliputi :
A.
Pengertian
B.
Kedudukan
C.
Fungsi
D.
Rumusan NDP PMII, meliputi :
1.
Tauhid
2.
Hubungan Manusia dengan Allah
3.
Hubungan Manusia dengan Manusia
4.
Hubungan manusia dengan Alam
5.
Budaya dan Tradisi
6.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(selengkapnya lihat dokumen historis)
B. GAGASAN PERUBAHAN NAMA PMII MENJADI PMRI
Gagasan
perubahan nama PMII (Pegerakan Mahasiswa Islam Indonesia )
menjadi PMRI (Pergerakan Mahasiswa Republik Indonesia )
ini muncul ketika menjelang berlangsungnya kongres PMII ke IX di Surabaya . Saat itu beberapa orang aktivis PMII, antara
lain Drs. H. andy Muarly Sunrawa, kapasitasnya sebagai ketua PB PMII dan Drs.
Isa Muchsin sebagai sekretaris Jenderal PB PMII periode 1985 – 1988, mereka
berpendapat bahwa usulan perubahan nama ini di dasarkan pada pemikiran bahwa : “Simbol – simbol ideologis keagamaan yang
melekat pada organisasi kader, sangat tidak mendukung perjuangan
kebangsaan. PMII sebagai organisasi
kader bangsa hendaknya berfikir strategis dalam spektrum kebangsaan. Sejak kelahirannya, PMII telah mengedepankan
missi keIndonesiaan. Hal ini terwujud
dalam mukaddimah AD/ART PMII ideologi negara falsafah Pancasila, menjadi
kewajiban setiap warga negara baik secara perorangan maupun secara bersama –
sama untuk mempertahankan dan melaksanakannya dengan segala tekad dan
kemampuan”.
Namun gagasan tersebut tidak diterima oleh forum kongres,
yang akhirnya perubahan nama tersebut hanya menjadi lontaran ide belaka tanpa
reaksi dari peserta kongres,[1]) sehingga
seorang mantan ketua umum periode pertama yaitu sahabat Mahbub Junaedi, dalam
pidatonya mengatakan : bahwa perubahan nama atau yang menghendaki nama PMII
menjadi PMRI itu hanya spekulasi belaka dan anggaplah hal tersebut angin
lalu. Bahkan dengan gayanya yang khas
Mahbub bilang, mendengar nama PMRI kok seperti mendengar nama bus DAMRI.[2]) Dengan
demikian nama PMII tetap menjadi PMII seperti yang ada sekarang.
Langsung atau tidak,
dengan munculnya isu yang bernuansa kebangsaan itu, tidak kurang dari 10
Menteri atau setingkat menteri dan tokoh – tokoh Parpol hadir dalam kongres IX
tahun 1988 di Surabaya itu. Jika salah
satu
ukuran keberhasilan sebuah kongres adalah kesediaan para Menteri dan
tokoh – tokoh parpol hadir di arena kongres, maka inilah kongres paling sukses
dalam sejarah PMII. Tidak hanya itu,
media massa
pusat maupun daerah juga meliput jalannya konges tersebut.[3])
Semaraknya kongres di
Surabaya yang mengakhiri masa kepemimpinan Surya Dharma Ali, akhirnya memilih Iqbal Assegaf sebagai ketua umum, yang
bersaing dengan Saifullah Ma’shum MS,
dengan Abdul Khalik Ahmad sebagai
sekretaris Jenderal periode 1988 – 1991.
Adapun susunan Pengurus Besar PB PMII hasil sidang formatur secara
lengkap, sebagai berikut :
SUSUNAN DAN KOMPOSISI PB PMII
(Periode 1988 – 1991)
Hasil Kongres di Surabaya
Ketua Umum :
Muhammad Iqbal Assegaf
Ketua :
Drs. Endin AJ Sofihara
Ketua :
Drs. Dhani Ramdhani
Ketua : Drs.
Ibnu Anshori, SH
Ketua :
Dra. Khofifah
Sekretaris
Jenderal : Drs.
Abdul Khalik Ahmad
Wakil
Sek-Jen :
Drs. M. Syukur Sabang
Sekbid
Organisasi dan
Komunikasi : Ds. Fajrun
Najah Ahmad
Sekretaris
bidang Kader : Drs. Masrur
Ainun Najih
Sekbid
Pengembangan Studi
dan Ilmu
Pengetahuan : Iskandar
Ahza
Sekbid
Pengolahan data
Informasi
dan Dokumentasi : Effendy choirie
Sekretaris
Bidang Da’wah dan
Pengabdian
Masyarakat : Agus Koes Sam
Sekbid
Hubungan Organisasi
Islam,
Pemuda dan Mahasiswa : Ir. M. Rusydi
Tutupoho
Sekretaris
Bidang Olah raga
dan Seni
Budaya : Drs. A.
Fathoni Mukhlis
Sekbid
Hubungan Luar Negeri
dan Kerja
sama Internasional : Drs.
Shopyanuddin
Sekretaris
Bidang KOPRI : Dra.
Ulha Soraya
Bendahara : H.
Rahmadi HB, BA
Wakil
Bendahara : M. Surkhan Suhaemi
KELENGKAPAN
PENGURUS BESAR
PERGERAKAN
MAHASISWA ISLAM INDONESIA
(Periode 1988 – 1991)
A. LEMBAGA / BADAN OTONOM
1.
Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia (LPSDM)
Ketua : Drs. Ali
Masykur Musa
Berkedudukan
di : Jember Jawa Timur
2.
Lembaga Da’wah Dan Pengabdian Masyarakat (LDPM)
Ketua :
Drs. Ahmad Muqowwam
Berkedudukan di :
Semarang Jawa
Tengah
3.
Lembaga studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK)
Ketua :
Munzir Ahmad Syukri
Berkedudukan di :
Bandar Lampung-Lampung
4. Lembaga Pers (LP)
Ketua : Chaidir
Berkedudikan di : DKI Jakarta
5.
Lembaga Studi dan Pengembangan Hukum (LSPH)
Ketua : Abdurrahim
Nasution SH
Berkedudukan
di : DKI Jakarta
6.
Lembaga Pusat Penelitian (BAPUSLIT)
Ketua : Drs. Mundiharno
Berkedudukan
di : DKI Jakarta
B. MAJELIS
PEMBINA NASIONAL
1.
Dr. Yahya Umar
2.
Drs. H. Muhyiddin Arubusman
3.
Drs. H. Ahmad Bagdja
4.
Drs. H. Wahiduddin Adams
5.
Drs. Musthafa Mas’ud
6.
Rozy Munir, SE. MSc
7.
Drs. Munir Sonhaji, Med.
PB PMII
pada bulan Oktober 1989, berdasarkan hasil evaluasi selama perjalanan satu tahun kepengurusan,
melakukan penyegaran PB PMII, hal ini dilakukan untuk lebih mendaya gunakan
fungsionaris PB PMII, sehingga amanat Kongres dapat dilaksanakan dengan baik,
dan mekanisme organisasi dapat berjalan, sesuai dengan tata kerja PB PMII yang
telah ditetapkan. Kepengurusan PB PMII
hasil penyegaran (resuffle), dapat dilihat seperti di bawah ini.
SUSUNAN DAN KOMPOSISI PB PMII
(Periode 1988 – 1991)
Hasil
Reshuffe
Ketua Umum :
Drh. Muhammad Iqbal Assegaf
Ketua : Drs.
Endin AJ Sofihara
Ketua :
Drs. Muhammad Syukur Sabang
Ketua : Drs.
Umarsyah Hasan
Ketua : Dra.
Khofifah
Sekretaris
Jenderal : Drs. Abdul
Khalik Ahmad
Wakil
Sek-Jen : Drs.
M. Fathoni Mukhlis
Sekbid
Organisasi dan
Komunikasi : Drs.
Shopyanuddin
Sekretaris
bidang Kader : Drs. Masrur
Ainun Najih
Sekbid
Pengembangan Studi
dan
Ilmu Pengetahuan : Muhammad
Afrokhi
Sekbid
Pengolahan data
Informasi
dan Dokumentasi : Agus Koes Sam
Sekretaris
Bidang Da’wah dan
Pengabdian
Masyarakat : Drs. H. Hamid
Ahmad
Sekbid
Hubungan Organisasi
Islam,
Pemuda dan Mahasiswa : Ahmad Djuanda Sahal
Sekretaris
Bidang Olah raga
dan
Seni Budaya : Ir. M.
Rusdi Tutupoho
Sekbid
Hubungan Luar Negeri
dan
Kerja sama Internasional : M.Rofiqul Umam
Ahmad, SH
Sekretaris
Bidang KOPRI : Dra. Ulha Soraya
Bendahara : M. Surkhan
Suhaemi
Wakil
Bendahara : Ahmad
Hadiyin
LEMBAGA / BADAN OTONOM
1.
Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia (LPSDM)
Ketua : Drs. Ali
Masykur Musa
Berkedudukan
di : Jember Jawa Timur
2.
Lembaga Da’wah Dan Pengabdian Masyarakat (LDPM)
Ketua : Drs.
Fajrun Najah Ahmad
Berkedudukan di : DKI Jakarta
3.
Lembaga studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK)
Ketua : Drs. Ibnu
Anshori , SH
Berkedudukan di : Surabaya Jawa Timur
4. Lembaga Pers
(LP)
Ketua : Drs.
Johar Ma’mun
Berkedudikan di :
DKI Jakarta
5. Lembaga Studi dan Pengembangan Hukum (LSPH)
Ketua :
Darmansyah Sembiring
Berkedudukan di : DKI Jakarta
6. Lembaga Pusat Penelitian (BAPUSLIT)
Ketua :
Drs. Mundiharno
Berkedudukan di : DKI Jakarta
C. PENATAAN STRUKTUR ORGANISASI
PB PMII periode 1988 – 1991 ini
melakukan penataan struktur organisasi secara menyeluruh, mulai koordinator
cabang -cabang, Komisariat dan rayon, dengan pembakuan struktur organisasi yang
disesuaikan dengan tuntutan organisasi secara nasional. Penataan struktur tersebut direfleksikan
dalam bentuk penyeragaman komponen pada setiap struktur organisasi di semua
tingkatan organisasi, yakni adanya majelis Pembina Daerah, Badan Pengurus
harian, dan anggota – anggota pada tingkat kepenggurusan Koordinator
cabang. Majels Pembina cabang, Badan
Pengurus harian dan Departemen – departemen, serta badan penelitian dan
pengembangan cabang dengan jumlah anggota majelis dan pengurus yang telah
ditetapkan. Begitu juga nama – nama
departemen pada tingkat kepengurusan cabang di seluruh Indonesia .
Di samping itu, PB PMII juga menertibkan sistem
Administrasi kesekretariatan dalam bentuk Pedoman Penyelengaraan Tertib
Administrasi (PPTA), yang berisi panduan praktis surat – menyurat, pembuatan
dan penggunaan atribut organisasi, dan panduan – panduan lain yang berkaitan
dengan mekanisme kesekretariatan yang berlaku secara nasional di lingkungan
PMII. PPTA ini diberlakukan untuk
pertama kalinya di tingkat Pengurus Besar dan secara bertahap mulai dilakukan
oleh Koordinator cabang dan cabang – cabang, sampai pada tingkat yang terbawah
dalam struktur organisasi, yakni komisariat dan rayon secara nasional.
Untuk mengetahui potensi
PMII secara keseluruhan, PB PMII melakukan pemantauan terhadap kegiatan –
kegiatan Koordinator cabang dan cabang, serta potensi anggota dan pengurus
melalui edaran PB PMII tentang laporan kegiatan, Biodata pengurus harian
Koordinator cabang - cabang, dan jumlah anggota di setiap cabang seluruh
Indonesia. Disamping itu PB PMII melalui penerbitan dan sosialisasi Kartu
Anggota (KTA) yang dikoordinasikan oleh pengurus besar dan dikeluarkan oleh
pengurus cabang.
Jumlah anggota PMII di
seluruh Indonesia sampai dengan bulan September 1991 berjumlah 364.000 (tiga
ratus enam puluh empat ribu) orang, yang terdiri dari 9 koordinator cabang dan
77 cabang di seluruh Indonesia.
Dibidang Korp PMII Puteri
(KOPRI), PB PMII melakukan penataan khusus terhadap kelembagaan KOPRI melalui
kegiatan Pra-Mubes KOPRI yang dikoordinasikan oleh PB KOPRI dan dilaksanakan
oleh cabang Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tanggal 25 – 30 juni 1990 dan
cabang Malang, Jawa Timur pada tanggal 18 – 23 juli 1990. Dalam kegiatan ini dibicarakan tentang
eksistensi dan mekanisme kerja KOPRI, direalisasikan dengan menyelenggarakan
latihan Kepemimpinan Kader KOPRI pada 7 – 11 September 1991 di Surabaya yang
diikuti oleh 10 cabang di pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi.[4])
D.
MUSYAWARAH
BESAR (MUBES) IV PMII DI JAKARTA
Musyawarah
Besar (Mubes) IV PMII di selenggarakan pada tanggal 11 – 16 September 1990 yang
diikuti oleh 7 Koordinator cabang di seluruh Indonesia . Mubes IV ini berhasil menetapkan beberapa
keputusan penting, antara lain :
1. Petunjuk Praktis (Juktis)
Pendidikan Kader PMII
Petunjuk
Praktis (Juktis) ini berisi panduan teknis dan praktis yang meliputi latihan
Kader Dasar (LKD), latihan Kader Menengah (LKM) dan latihan Kader
Lanjutan (LKL) – sekarang =
PDK dan PKL – berikut silabus materi latihan, yakni materi – materi dasar dan
wawasan yang harus diberikan pada masing jenjang pelatihan, serta naskah
pelantikan anggota baru, Kader dan Penggurus.
Keputusan ini
didasari oleh pemikiran bahwa kualitas kepemimpinan organisasi ditentukan
antara lain oleh sistem kaderisasi yang terarah, terencana dan berkesinambungan
serta terefleksikan dalam proses rekrutmen kepemimpinan yang selektif atas
dasar prestasi dan objektifitas.
2. Pedoman Penyelenggaraan
Tertib Administrasi (PPTA) Dan Tinjauan Hukum PMII.
PPTA ini
merupakan serangkaian aturan mengenai penyelengaraan organisasi dengan
administrasi yang meliputi tertib kesekretariatan dan atribut organisasi yang
berlaku tunggal untuk semua tingkatan organisasi PMII secara Nasional.
Hal ini
didasari pemikiran, bahwa keutuhan dan kesatuan gerak organisasi tercermin
antara lain pada sistem tertib administrasi yang diterapkan oleh organisasi
yang besangkutan. Dalam upaya mewujudkan
sistem administrasi yang dapat menunjang berjalannya mekanisme kerja organisasi
di lingkungan PMII, maka dipelukan adanya seperangkat aturan sebagai upaya
unifikasi aturan yang wajib dilaksanakan dan disosialisasikan terus menerus
agar menjadi tradisi organisasi yang baik dan positif dalam rangka pelaksanaan
program organisasi guna mencapai tujuan.
Disamping
itu, adanya sistem administrasi itu juga untuk menegakkan wibawa dan disiplin
bagi organisasi bagi segenap anggota dan fungsionaris di seluruh tingkatan
organisasi secara vertikal. Oleh karena
itu terbitnya PPTA merupakan jawaban aktual ditengah – tengah mendesaknya
keperluan akan adanya pedoman yang terlaksana secara nasional di lingkungan
PMII dari tingkat pengurus besar sampai tingkat Rayon.
3. Pedoman Penyelenggaraan Permusyawaratan Organisasi
PPPO ini merupakan
serangkaian aturan mengenai penyelenggaraan permusyawaratan tertinggi di
tingkat koordinator cabang - cabang, komisariat dan rayon PMII secara nasional.
Kehadiran
sebuah PPPO bagi PMII merupakan tuntutan konsolidasi sekaligus upaya
peningkatan kualitas organisasi. Untuk
itu, dipandang perlu melakukan beberapa
ikhtiar sebagai upaya demokratisasi dalam kehidupan organisasi melalui
penyempurnaan mekanisme permusyawaratan yang belaku secara nasional di
lingkungan PMII.
4. Pokok – Pokok Pemikiran dan Rekomendasi
PMII menilai
bahwa pembangunan nasional yang menjadi obsesi seluruh masyarakat Indonesia telah
menunjukkan perkembangan dan kemajuan.
Namun bersamaan dengan itu masih terdapat kekurangan dan kelemahan dalam
menentukan kebijakan yang pada akhirnya menghasilkan dampak negatif. Pembangunan Nasional yang berhakekat
pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya masih jauh
dari yang dicita – citakan. Oleh karena
itu dengan niat dan itikad yang tulus iklas yang disemangati oleh keterpaduan
wawasan keislaman dan keIndonesiaan.
PMII melalui musyawarah besar (MUBES) IV menyampaikan pokok – pokok pikiran
demi kesempurnaan pelaksanaan pembangunan nasional. Pokok – pokok pikiran yang menjadi perhatian
PMII adalah meliputi bidang :
a.
Bidang agama dan moral
b.
Bidang Politik
c.
Bidang ekonomi
d.
Bidang Pendidikan
e.
Bidang Generasi Muda
( selengkapnya lihat
lampiran )
Khusus
mengenai eksistensi dan hubungan PMII – NU, menjelang Muktamar ke 28 Nahdlatul
Ulama, banyak pihak mengharapkan PMII dapat mempertimbangkan kembali sikap
independensi yang telah diputuskan sejak tahun 1972. Terhadap masalah ini, PB PMII telah mengambil
sikap tegas untuk tetap menjadikan PMII sebagai organisasi independen, sesuai
dengan “Deklarasi Murnajati” yang dikukuhkan dalam kongres V tahun 1973 di
Ciloto, Jawa Barat. Penegasan sikap PB PMII ini disebut “PENEGASAN CIBOGO”.
PENEGASAN CIBOGO
Bismillahirrahmanirrahiem
Bahwa
independensi PMII merupakan sikap organisasi yang menjadi ketetapan kongres V
tahun 1973, sebagai pengukuhan terhadap “Deklarasi Murnajati” yang dicetuskan
dalam MUBES III, 14 juli 1972 di Murnajati, Malang Jawa Timur.
Bahwa
Independensi PMII merupakan manifestasi dari kesadaran organisasi terhadap
tuntutan kemandirian, kepeloporan, kebebasan berfikir dan berkreasi, serta
tangung jawab sebagai kader ummat dan bangsa.
Bahwa
independensi PMII merupakan upaya merespon pembangunan dan modernitas bangsa,
dengan menjunjung tinggi nilai etik dan moral serta idealisme yang dijiwai oleh
ajaran Islam Aslussunnah Wal Jama’ah.
Berdasarkan
pertimbnagan diatas, maka PB PMII periode 1988 – 1991, setelah melakukan kajian
kritis dan dengan memohon rahmat Allah SWT, menegaskan kembali bahwa : PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM ADALAH ORGANISASI
INDEPENDEN YANG TIDAK TERIKAT DALAM SIKAP
DAN TINDAKANNYA KEPADA SIAPAPUN DAN HANYA KOMITED DENGAN PERJUANGAN
ORGANISASI DAN CITA – CITA PERJUANGAN NASIONAL YANG BERLANDASKAN PANCASILA, DAN
AKAN TERUS MENGAKTUALISASIKAN DALAM KEHIDUPAN BERORGANISASI, BERMASYARAKAT,
BERBANGSA DAN BERNEGARA.
WALLAHUL MUWAFFIQ ILLA AQWAMITH THARIQ
Medan Rapat
Pleno IV PB PMII
Cibogo,
8 Oktober 1989
E. MUSYAWARAH NASIONAL (MUNAS) I ALUMNI PMII
Sementara itu, sesuai dengan arah kebijakan program PB PMII periode 1988 – 1991 Yang menetapkan langkah kebijakan operasional organisasi, yang antara lain mendorong terwujudnya Musyawarah Nasional (MUNAS), alumni PMII. Hal ini dilakukan mengingat perjalanan panjang membentuk suatu wadah khusus alumni PMII seperti usaha yang telah dilakukan sejak Mukernas 1976, Kongres V hingga Kongres IX di Surabaya, maka sekitar 1 minggu setelah pelaksanaan kongres IX, yakni tepatnya tanggal 27 – 29 September 1988 diselengggarakan Musyawarah Nasional (MUNAS) I Alumni PMII yang bertempat di Jakarta. Munas I alumni PMII ini berhasil membentuk wadah alumni yang diberi nama : Forum Komunikasi dan Silaturrahmi Keluarga Alumni PMII (FOKSIKA PMII), Munas ini juga menelorkan keputusan – keputusan tentang :
1. Deklarasi Pembentukan
FOKSIKA PMII
2. Peraturan Dasar FOKSIKA PMII
3. Pokok – Pokok Program
4. Ketua dan Formatur
Koordinator Nasional
Tim Formatur yang bertugas menyusun
kepenggurusan koordinator Nasional FOKSIKA PMII periode 1988 – 1991, terdiri
dari :
- Drs. Abduh
Paddare : Ketua
- Drs. HM.
Nuril Huda : Anggota
- Drs. Ahmad
Bagdja : Anggota
- Drs. H.
Wahiddudin Adams : Anggota
Tim tersebut
berhasil menyusun kepengurusan koordinator Nasional FOKSIKA PMII periode 1988 –
1991, sebagai berikut :
KOORDINATOR NASIONAL
FORUM KOMUNIKASI DAN SILATURAHMI KELUARGA ALUMNI
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
( FOKSIKA PMII )
PERIODE 1988 – 1991
Penasehat :
H. Mahbub Junaidi
:
HA. Chalid Mawardi
:
HM. Zamroni
: HAN. Nurih Huda
: H.
Chatibul Umam
Ketua :
HM. Abduh Paddare
Wakil Ketua :
Ahmad Bagdja
Wakil Ketua :
Man Muhammad Iskandar
Sekretaris :
H. Wahiduddin Adams
Wakil Sekretaris :
Qomaruddin HM
Bendahara :
Asmui Suhaemi
Wakil Bendahara :
Ermalena APT
Anggota – Anggota :
HA. Rachim Hasan
:
M. Achsin Zaidi
:
Muslih Hasbullah
:
H. Thamri Nudin
:
Surya Darma Ali
:
Muhaimin AG
F. IDE PENGGABUNGAN PMII DAN HMI
Pernyataan menarik yang
dilontarkan oleh ketua umum PB NU, Abdurrahman Wahid, dalam suatu sarasehan
generasi muda NU, yang berlangsung tangggal 28 – 29 september di Wisma Suprapto
Jakarta. Gus Dur (panggilan akrabnya) menyatakan, sebaiknya
PMII dan HMI itu bergabung saja menjadi satu wadah, sebab menurutnya anggota
kedua Ormas mahasiswa tersebut adalah anak – anak NU. Alasan Gus Dur bagi penggabungan itu :
·
PMII dan HMI sama – sama mahasiswa Islam
·
PMII dan HMI sama – sama independent
·
Sama – sama berasaskan Pancasila
·
Sama – sama beranggotakan anak – anak NU
“Para pengurus HMI sekarang
ini 60% anak – anak NU”. Mereka
menguasai semua jajaran kepengurusan HMI, dari daerah sampai tingkat pengurusan
Besar. Diantara mereka adalah Ketua Umum PB HMI, Ir. Herman Widyananta – asal
Madura – dan Ketua Umum PB HMI Yahya Zaini – adalah anak tokoh NU Gresik.
Sementara itu PMII yang
telah independen sejak 1972 itu banyak pengurus dan anggotanya yang diragukan
ke-NU-annya, baik konteks wawasan politik, kultural maupun keislamanya.
Dalam kaitan ini,
kelompok – kelompok strategis NU yang pada saatnya nanti bisa melakukan sebuah
transformasi yang sesuai dengan misi dan visi perjuangan NU, terlihat saja
bukan dari kader – kader intelektual dari PMII, tetapi jug kader – kader HMI
yang lahir dari keluarga NU.
Namun diakuinya, kelompok
strategis yang kini sedang melakukan transformasi sosial dalam tubuh NU, adalah
mereka yang pernah menjadi aktivis PMII.
Sedang anak – anak NU yang ada di HMI, belum banyak yang konsisten dalam
NU, bahkan mereka lebih tertarik terjun di luar NU.
Ketua umum koordinator
cabang PMII Jawa Tengah Drs. Istijab,
menanggapi pernyataan Gus Dur, Ia mengakui “bahwa dari empat kesamaan yang
diutarakan Gus Dur itu ada satu hal yang perlu dikoreksi. Memang PMII dan HMI banyak memiliki kesamaan,
tetapi jika keduanya dikatakan anak NU, itu tidak benar”. Pendapat Gus Dur itu
relatif, karena anak NU yang masuk organisasi HMI tidak banyak. Tapi, dapat
dikatakan hampir mayoritas anggota PMII merupakan anak NU. Secara historis PMII sejak berdiri seirama
dengan NU, karena organisasi ini dibentuk untuk memadahi mahasiswa Nahdliyien.
Alasan lain, menurut
istijab, kedua organisasi mahasiswa itu memiliki komitmen ke Indonesiaan dan
keislaman yang berbeda. Dalam hal asas
tunggal Pancasila, misalnya, PMII sejak semula telah menetapkan Pancasila
sebagai satu – satunya asas. Sedang HMI,
meskipun menerima Pancasila sebagai satu – satunya azas, penerimaan itu
disepakati malalui perdebatan panjang, bahkan sempat menimbulkan kemelut dan
perpecahan ditubuh HMI.
Sementara menurut ketua
umum HMI Jawa Tengah, Rudiyanto, SH “Dalam bidang keislaman, PMII berdasarkan Ahlussunnah wal Jama’ah “. Sedangkan HMI memiliki landasan keislaman
yang telah dibakukan menjadi NDP (nilai dasar perjuangan) yang dianggap sebagai
konsep teologi HMI”.
NDP ini pertama kali
dicetuskan oleh tokoh HMI, Nurcholis Madjid yang selanjutnya membakukan NDP itu
sebagai pegangan semua anggota HMI.
Setelah kongres HMI tahun 1985, NDP itu disempurnakan menjadi NIK (Nilai
Idenitas Kader) sebagai wujud independensi dan konsep teologi HMI. “Dari dasar
keislaman saja, keduanya jelas berbeda. Menyatukan keduanya merupakan hal yang
mustahil”.
Ditinjau dari segi
historis, kedua organisasi itu sejak semula sudah sulit disatukan. Ide Gus Dur akan baik, jika dilihat sebagai
upaya meningkatkan ukhuwah islamiah.
Namun, usaha itu tidak harus dilakukan melalui penggabungan wadah
tunggal. Penggabungan itu akan efektif
bila secara moral keduanya bersatu dalam sikap dan tindakan untuk memajukan
islam. Bahkan kedua organisasi mahasiswa
itu berkewajiban mengeliminir perbedaan yang ada dalam tubuh Islam di
Indonesia.
Kendatipun demikian,
kedua tokoh ini mengganggap ide Gus Dur itu cukup menarik untuk dibahas. Penggabungan itu akan menghilangkan historis
kedua organisasi itu. Untuk itu, PMII
akan membahas masalah ini dalam kongres di Jakarta pada 21 – 27 Oktober 1991
mendatang. Sebab ini penting untuk
mempertegas gagasan kesatuan sesama muslim.
Sementara itu, ketua umum
PB PMII periode 1988 – 1991, Drh. Muhammad Iqbal Assegaf berpendapat “ tidak
mungkin PMII melebur diri dalam HMI.
Meskipun keduanya merupakan sama – sama organisasi Islam. Sebab PMII mempunyai paradigma penghayatan
agama yang homogen, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah, sedangkan HMI tidak. Di HMI, cenderung liberal, bisa menampung
mahasiswa islam dengan aliran islam yang berbeda – beda. Sedang di PMII sentuhan keagamaanya diberikan
melalui paradigma Ahlussunnah wal Jama’ah.
Dari konteks ini saja sudah berbeda.”
Iqbal beranggapan bahwa
semakin banyak spesialisasi dan deferensiasi tugas dan peranan ormas adalah
lebih baik. Sehingga tidak perlu
diadakan fusi. Dan memang kalau mau
difusikan, seharusnya semua ormas islam, bulan hanya HMI dan PMII.
Yang terpenting bagaimana
memanfaatkan dan mengkapasitaskan ormas kemahasiswaan itu sesuai dengan fungsi
dan perannya . Agar mereka mampu
memberikan kontribusi pada pembangunan kader bangsa.
Pendapat Gus Dur untuk
mengabungkan HMI dan PMII ini sebetulnya bukan ide baru. Sebetulnya Abdul Ghafur, ketika menjabat Menteri
Negara Pemuda dan Olah Raga juga mengusulkan hal yang serupa. Ide yang sama juga, pernah dilontarkan oleh
Gubernur kalimantan Selatan M. Sa’id
Namun, PMII tampaknya
sadar benar bahwa pernyataan Gus Dur itu merupakan sebuah gagasan serius. Karena itu, PMII mencoba memahami makna
dibalik gagasan tersebut. Benar, memang
NU menghendaki PMII mengelimanasi sikap independensinya. Dan beberapa anggota PB PMII yang menangkap
arti gagasan itu berjuang keras di Medan Kongres agar bisa dilahirkan deklarasi
baru dalam bentuk “Interdependensi”.[6])
G. DEKLARASI INTERDEPENDENSI PMII – NU
Sejarah mencatat, bahwa
PMII dilahirkan dari pergumulan panjang Mahasiwa Nahdliyien, dan sejarah juga
membuktikan bahwa PMII telah menyatakan independensinya melalui deklarasi Murnajati
tahun 1972.
Kerangka berfikir,
perwatakan dan sikap sosial antara PMII dan NU mempunyai persamaan karena
dikemas dalam pemahaman Islam Ahlussunah Wal Jama’ah.
PMII insyaf dan sadar
bahwa dalam melakukan perjuangan diperlukan untuk saling tolong – menolong,
Ukhuwah islamiah, serta harus mencerminkan prinsip – prinsip ummat yang
baik. Oleh karena itulah PMII melakukan
kerjasama.
PMII insyaf dan sadar
bahwa bidang dan lahan perjuangan sangat luas dan bervariatif sesuai dengan
nuansa usia, zaman dan bidang garapannya.
Karena antara PMII dengan
NU mempunyai persamaan – persamaan dalam persepsi keagamaan dan perjuangan,
visi sosial dan kemasyarakatan, ikatan historis, maka untuk menghilangkan
keragu – raguan serta saling curiga, dan sebaliknya untuk menjalin kerjasama
program secara kualitatif dan fungsional, baik melalui program nyata maupun
persiapan sumber daya manusia. PMII siap
meningkatkan kualitas hubungan dengan NU atas dasar prinsip berkedaulatan
organisasi penuh, interdependensi, dan tidak ada intervensi secara struktural
dan kelembagaan, serta prinsip mengembangkan masa depan islam Ahlussunah Wal
Jama’ah di Indonesia.[7])
Deklarasi ini dicetuskan
dalam kongres X PMII pada tanggal 27 Oktober 1991 Di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta . Sebagai jawaban atas issu dan gagasan yang
muncul menjelang diselenggarakannya
kongres X PMII di Jakarta.
H. DEKLARASI FORMAT PROFIL PMII
Hal lain
yang diputuskan dalam kongres X PMII di Jakarta adalah “Deklarasi Format Profil
PMII”. Deklarasi ini merupakan kristalisasi
dari tujuan pergerakan sebagaiamana tercantum dalam AD/ART, yakni.
“Terbentuknya pribadi muslim Indonesia
yang berbudi luhur, berilmu dan bertaqwa kepada Allah SWT, cakap serta
bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuaanya”.
Bagi PMII ilmu pengetahuan merupakan alat
untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT, untuk mengangkat harkat dan martabat
manusia dari lembah keterbelakangan dan kebodohan, karena hanya dengan ilmu
manusia dapat sampai pada derajat taqwa yang sebenarnya.
Bahwa
ilmu menurut pandangan PMII adalah untuk diamalkan dan diabadikan demi
kemaslahatan ummat, karena PMII insyaf dan sadar bahwa orang yang berilmu tanpa
diamalkan akan mendapat azab dihadapan Allah.
Begitu PMII insyaf dan sadar bahwa organisasi yang baik adalah organisasi
yang dapat memberi manfaat bagi orang lain.
Sebagai
organisasi mahasiswa, PMII sadar bahwa dalam mengabdikan ilmu pengetahuan dan
khidmat perjuangannya, memerlukan keahlian dan profesionalitas secara bertahap,
terencana dan menyeluruh.
Atas
dasar itulah, PMII membakukan dan menetapkan Format Khidmatnya, berupa :
MOTTO PMII
Berilmu, Beramal dan Bertaqwa
TRI KHIDMAH PMII :
Taqwa, Intelektualitas, dan Profesionalitas
TRI KOMITMEN PMII :
Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan
EKA CITRA DIRI PMII :
Ulul Abab
I. APPEAL PONDOK GEDE
Sejalan
dengan anggapan PMII, bahwa ulama pewaris kenabian dan sebagai panutan, karena
kedalamannya dalam pemahaman keagamaan.
Dengan asumsi itu, PMII menempatkan ulama pada konteks keteladanan dalam
kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebab itu PMII dalam kongresnya yang ke X di
Jakarta mengeluarkan suatu keputusan yang dikenal dengan “APPEAL PONDOK
GEDE”. Pemikiran yang mendasari
keputusan itu adalah bahwa “ Ideologi bagi suatu negara, khususnya dalam suatu
masyarakat pluralistik seperti Indonesia
mempunyai peranan penting untuk mengikat persatuan dan kesatuan bangsa ditengah
pergaulan dunia dan membangun masyarkat serta negara.
Pancasila
sebagai ideologi resmi negara Indonesia telah menunjukkan kesaktiannya dan
telah teruji dalam perjalanannya, oleh karena itu sudah seharusnya jika
Pancasila menjadi azas bagi seluruh organisasi sosial politik dan organisasi
sosial kemasyarakatan dan keagamaan,
tidak relevan menghadapkan Pancasila dengan agama dalam posisi konfrotatif dan
antagonistik.
Sejarah
mencatat bahwa NU merupakan organisasi sosial keagamaan terbesar yang pertama
kali menerima Pancasila sebagai azas organisasi dengan disertai dengan
pemikiran yang tepat dan benar bagaimana posisi serta pengamalan Pancasila dan
agama (islam) dalam konteks berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang telah
dirumuskan dalam bentuk deklarasi tentang hubungan Pancasila dengan Islam.
Keberhasilan
NU menyakinkan para warganya dan seluruh organisasi sosial keagamaan lainnya
dalam masalah azas tunggal Pancasila telah dapat menghadirkan suasana dan
gairah baru dalam upaya proses integrasi faham kebangsaan secara totalitas dan
proporsional.
Keberhasilan
tersebut, tidak terlepas dari peran para arsitek – arsitek NU yang mempunyai
sikap dan sifat negarawan yang prima,
utuh, tulus ikhlas dan beritikad baik, oleh karena itulah PMII mengharap dengan
hormat kepada Presiden Republik Indonesia, memberikan anugrah kepada lima
serangkai (1) KH. Ahmad Siddiq, (2) KH. R. As’ad Syamsul Arifin, (3) KH. Ali
Maksum, (4) KH. Mahrus Ali, (5) KH. Masykur (semuanya sudah almarhum), atas
jasa – jasa beliau dalam memikirkan, merumuskan dan mempertanggung jawabkannya
dihadapan seluruh warga nahdliyien khususnya, dan umumnya seluruh ummat islam di
Indonesia ,
serta lebih khusus lagi kepada Allah SWT.
Keputusan
ini ditetapkan di Jakarta
pada puncak acara kongres X PMII tanggal 27 Oktober 1991.
KONGRES
X PMII
Dalam
kongres X PMII yang dirangkaikan dengan studi nasional, dengan tema : Demokrasi,
keadilan dan pembangunan masyarakat religius. Kongres yang dihadiri oleh 9 Korcab dan 77
cabang ini berhasil memilih duet Ali Masykur Musa –Syukur Sabang, masing –
masing sebagai ketua Umum dan Sekretaris Jenderal PB PMII periode 1991-1994.
Para tokoh yang tampil sebagai Kandidat yang bersaing untuk memperebutkan
posisi Ketua Umum pada kongres kali ini adalah Ali Masykur Musa (Ketua Lembaga LPSDM PB PMII periode 1988 – 1991) Endin AJ Sofihara (Ketua PB PMII
periode 1988-1991), Idrus Marham Putra
(Calon dari Koorcab Jawa Tengah), dan sahabat Fahjur Falakh (calon dari PMII Yogyakarta), yang terakhir ini gugur
pada tahap pencalonan, karena tidak dapat meraih jumlah suara minimal sebagai
syarat seorang calon untuk maju pada tahap pemilihan selanjutnya. Jadi yang berhak
maju pada tahapan pemilihan selanjutnya tinggal tiga orang yaitu: Sahabat Ali
Masykur Musam Endin AJ Sofihara dan Idrus Marham Putra. Yang terjadi dalam
proses pemilihan, akhirnya sahabat Ali Masykur Musa yang didukung penuh oleh
kelompok Jawa timur meraih suara terbanyak yang bersaing ketat dengan sahabat
Endin AJ Sofihara. Para senior PMII yang menjadi aktor dibalik kemenangan
sahabat Ali Masykur Musa adalah sahabat Iqbal Assegaf (mantan Ketua Umum PB
PMII periode 1988-1991) didukung penuh oleh kekuatan jawa timur seperti sahabat
Saerozi (ketua umum PMII Koorcab Jawa Timur). Kandidat lain yaitu sahabat Endin
AJ Sofihara dan Idrus Marham Putra masing-masing menempati posisi kedua dan
ketiga. Sidang pleno selanjutnya adalah pemilihan team formatur yang akan
bertugas membantu ketua umum terpilih menyusun kepengurusan PB PMII periode
1991-1994. Sidang pleno berhasil memilih
team Formatur yang bertugas menyusun kepengurusan Pengurus Besar PMII periode
1991-1994 adalah sebagai berikut :
Drs. Ali
Masykur Musa ( Ketua Merangkap
Anggota )
Drh. Muh.
Iqbal Assegaf ( Mantan ketum PB
PMII )
Drs. A.
Sairozi ( Ketua PMII Korcab Jatim )
Drs. M.
Syukur Sabang ( Mantan Ketua PB PMII )
Drs.
Hadirin Suryanegara ( Ketua PMII
Koorcab Jabar )
Murni
Rizal ( PMII Jakarta )
Team
Formatur yang bersidang pada tanggal 30 Oktober 1991 di Jakarta berhasil
menyusun komposisi Pengurus Besar PB PMII periode 1991-1994 adalah sebagai
berikut :
SUSUNAN PENGURUS BESAR PMII
( Periode 1991 –
1994 )
Ketua Umum :
Drs. Ali Masykur Musa
Ketua :
Hadirin Suryanegara
Ketua :
Dhory Faraby
Ketua :
Lukman Thaher
Ketua :
M. Amin Said Husni
Ketua :
M. Fathoni Mukhlish
Ketua :
Masrur Ainun Najih
Ketua :
Jauharoh Haddad
Sekretaris Jendral :
M. Syukur Sabang
Wakil Sekretaris Jendral :
Musa Zainuddin
Wakil Sekretaris Jendral :
Andy Najmi Fuaidi
Wakil Sekretaris Jendral :
Ade Mafruddin
Wakil Sekretaris Jendral :
Siti Khatijah RM
Bendahara :
Samsudin Rentua
Wakil Bendahara :
Pandu Dewantara
MAJELIS PEMBINA
NASIONAL
PERGERAKAN
MAHASISWA ISLAM INDONESIA
Drh. Muhammad Iqbal Assegaf :
Ketua
Drs. Endin AJ Sofihara :
Sekretaris
H. Rozy Munir SE, MSc :
Anggota
H. Ahmad Bagdja : Anggota
Drs. H. Masdar Farid Mas’udi :
Anggota
Drs. H. Wahiduddin Adam :
Anggota
Drs. Muhyiddin Arubusman :
Anggota
SUSUNAN PENGURUS
BESAR
KORP PERGERAKAN
MAHASISWA ISLAM INDONESIA
PUTRI
(KOPRI)
Periode 1991 – 1994
Ketua :
Jauharoh Haddad
Ketua I :
Siti Salbiah
Ketua II :
Eni Jamilah
Ketua III :
Hunainah
Sekretaris :
Siti Khadijah RM
Sekretaris I :
Diana Mutiah
Sekretaris II :
Masturoh
Sekretaris III :
Nurhaida
Bendahara :
Fauzia Laily
Wakil Bendahara :
Wahyulita
Korwil Sumatera :
Jus Arni Rasul
Korwil Jawa :
Ida Nur Kosim
Korwil Kalimantan :
Ida Wahidah
Korwil Sulawesi :
Nurlina
KEDUDUKAN DAN
KETUA-KETUA LEMBAGA
PENGURUS BESAR
PMII
(Periode 1991 –
1994)
LEMBAGA-LEMBAGA :
Lembaga Kajian Pengembangan
Kaderisasi ( LKPK ) :
Lucky Lukmanul Hakim
Kedudukan :
Bandung Jawa
Barat
Lembaga Pengembangan Sumber
Daya Manusia ( LPSDM) :
Choirul Sholeh Rasyid
Kedudukan :
Jember Jawa Timur
Lembaga Penelitian Dan
Pengembangan ( Litbang ) :
Imam Azis
Kedudukan :
D.I. Yogjakarta
Lembaga Da’wah Dan
Pengabdian Masyarakat (LDPM): Herry Idrus
Kedudukan :
Sumatera Barat
Lembaga Pengembangan Seni Dan
Dialog Seni Budaya :
Imam Bukhari
Kedudukan :
DKI. Jakarta
Lembaga Bantuan Dan
Pengembangan Hukum ( LBPH ): Rofiqul Umam Ahmad
Kedudukan :
DKI. Jakarta
Lembaga Studi Islam Dan
Kemasyarakatan ( LSIK
) : Khairuddin Bincyle
Kedudukan :
Ciputat Jakarta
Lembaga Pengembangan Ekonomi
Dan Kewiraswastaan ( LPEK ) :
Mustakim Abddullah
Kedudukan :
Makasar
Lembaga Kajian Masalah
Internasional ( LKMI ) :
Agustiono
Kedudukan :
DKI. Jakarta
Lembaga Kajian Masalah
Kewanitaan ( LKMK ) :
Ummi Zahroh
Kedudukan :
D.I. Yogjakarta
Lembaga Pers Penerbitan
Dan Jurnalistik ( LP2J ) :
Effendy Choirie
Kedudukan :
DKI. Jakarta
Badan Pengembangan Dan Kajian
Lingkungan
Hidup ( BPKLH ) : Moh.
Idrus Batubara
Kedudukan :
Medan Sumatera
Utara
Musyawarah Kerja Nasional
Seperti diatur dalam AD/ART PMII, selain Kongres
yang merupakan forum tertinggi organisasi, juga ada forum Musyawarah Besar
(Mubes), Musyawarah Pimpinan (Muspim) dan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas).
Keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam Musayawarah Kerja Nasional yang
dilaksanakan pada tanggal 24-26 Desember 1991 di Cimacan Jawa Barat ini antara
lain tentang:
¨
Majlis Pembina Nasional,
¨
Kedudukan Lembaga dan Ketua Lembaga,
¨
Susunan PB Kopri periode 1991-1994,
¨
Komposisi PB PMII Periode 1991-1994,
¨
Badan Pengembangn dan Kajian Lingkungan Hidup,
¨
Tata Kerja PB PMII periode 1991-1994,
¨
Job Discription PB PMII periode 1991-1994, dan
¨
Program Kerja PB PMII periode 1991-1994.
Salah satu keputusan penting pada Mukernas kali ini
adalah tentang “Implementasi
Interdependensi PMII-NU”.
IMPLEMENTASI INTERDEPENDENSI PMII – NU
Untuk mempertegas “Deklarasi Interdependensi PMII – NU, yang
diputuskan dalam kongres X PMII di Jakarta 1991 maka PB PMII periode 1991 –
1994 – duet Ali Masykur – Syukur Sabang – melalui Musyawarah Kerja Nasional
(MUKERNAS) PB PMII tanggal 24 Desember 1991, di Cimacan Jawa Barat, mengeluarkan
keputusan tentang : IMPLEMENTASI
INTERDEPENDENSI PMII – NU. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa “lahirnya PMII
melalui musyawarah mahasiswa Nahdliyien di Surabaya pada tanggal 17 april 1060
/ 21 syawal 1397. Sesungguhnya adalah
puncak dari upaya – upaya yang pernah dilakukan sejak lama sebelum itu , untuk
membentuk wadah yang lebih representatif sebagai tempat mahasiswa Nahdliyien
mengaktualisasikan perannya, ternyata benar, begitu lahir PMII, ia segera
tumbuh pesat di berbagai daerah di Indonesia dan segera pula memberikan
kontribusinya yang signifikan dengan pejuangan politik partai NU.
Selama 12
tahun lamanya PMII sebagai orderbow partai NU berkhidmat di dalam kancah
politik praktis, sampai akhirnya ia
menyatakan diri sebagai ORGANISASI
INDEPENDEN yang tidak terikat dalam sikap dan tindakannya pada siapapun dan
hanya komited pada perjuangan organisasi dan cita – cita perjuangan nasional
yang berlandaskan Pancasila. Pernyataan
yang dideklarasikan pada tanggal 14 juli 1972, yang kemudian lebih dikenal
dengan sebutan “Deklarasi Murnajati” itu sesungguhnya merupakan manifestasi
kesadaran PMII yang meyakini sepenuhnya terhadap tuntutan keterbukaan sikap,
kebebasan berfikir, dan pembangunan kreatifitas yang dijiwai oleh nilai-nilai
ajaran islam.
Hingga saat ini, Independensi itu masih terus
dipertahankan dan dipertegas dengan “penegasan
Cibogo”, pada tanggal 8 oktober 1989 yang mendatang independensi itu
sebagai “ upaya merespon pembangunan dan modernitas bangsa, dengan menjunjung
tinggi nilai etik dan moral serta idealisme yang dijiwai oleh ajaran islam
Ahlussunah Wal Jama’ah”. Namun demikian, baik deklarasi Murnajati maupun
penegasan Cibogo tidaklah dimaksudkan untuk menciptakan garis damargasi antara
PMII disatu pihak dengan NU dipihak lain.
Diantara keduanya senantiasa terjalin hubungan yang dibangun diatas
persamaan paham keagamaan, pemikiran, sikap sosial dan lain – lain.
Dalam rangka mempertegas hubungan PMII dengan NU, Kongres
X PMII pada tahun 1991 di Jakarta, telah melahirkan suatu pernyataan : DEKLARASI INTERDEPENDENSI PMII-NU. Penegasan hubungan itu didasarkan kepada
pemikiran – pemikiran antara lain :
Pertama: Bahwa dalam pandangan PMII
Ulama sebagai pewaris kenabian (Ulama waratsatul anbiya) merupakan panutan
karena kedalamannya dalam pemahaman keagamaan.
Oleh karena itu, interdependensi PMII – NU ditempatkan pada konteks
keteladanan ulama dalam kehidupan keagamaan dan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Kedua:
Adanya ikatan kesejarahan yang mempertautkan antara PMII – NU. Realitas
sejarah bahwa PMII lahir dari dan dibesarkan oleh NU, demikian juga latar
belakang mayoritas warga PMII yang berasal dari NU, secara langsung maupun
tidak langsung, akan mempengaruhi perwatakan PMII menyatakan PMII secara umum. Adapun kemudian PMII menyatakan dirinya
sebagai organisasi independen, hendaknya tidak dipahami sebagai upaya
mengurangi, apalagi menghapus arti ikatan kesejarahan tersebut.
Ketiga: Adanya persamaan paham keagamaan antara
PMII dengan NU. Keduanya sama – sama
mengembangkan suatu wawasan keislaman dengan paradigma pemahaman Ahlussunah Wal
Jama’ah. Implikasi dari wawasan
keislaman ini tampak pula pada persamaan sikap sosial yang bercirikan
tawaassuth dan I’tidal, tasamuh, tawazun dan amar ma’ruf nahi mungkar. Demikian juga didalam pola pikir, pola sikap,
pola tindak PMII dan NU menganut pola selektif , akomodatif, integratif sesuai
dengan prinsip dasar : Al Muhafazdotu Alal Qodimis Shalih Wal Akhzdu
Biljadi al Ashlah.
Keempat:Adanya persamaan kebangsaan.
Bagi PMII keutuhan komitmen keislaman dan keIndonesiaan merupakan perwujudan
kesadaran beragama dan berbangsa bagi setiap insan Muslim Indonesia, dan atas
dasar hal tersebut maka menjadi keharusan untuk mempertahankan bangsa dan
negara Indonesia dengan segala tekad dan kemampuan, baik secara perorangan
maupun bersama.
Kelima: Adanya persamaan kelompok sasaran. PMII dan begitu juga NU, memiliki mayoritas
anggota dari kalangan masyarakat kelas menengah kebawah. Kesamaan lahan perjuangan ini, semestinyalah
bila kemudian melahirkan format-format perjuangan yang relatif sama pula.
PRINSIP
– PRINSIP INTERDEPENDENSI
Sekurang – kurangnya terdapat lima prinsip yang
semestinya dipegang bersama untuk merealisasikan interdependensi PMII – NU :
1.
Ukhuwah Islamiah
2.
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
3.
Mubadi Khoiru Ummah
4.
Al Musawah
5.
Hidup Berdampingan dan berdaulat secara penuh.
Implementasi interdependensi PMII – NU
diwujudkan dalam berbagai bentuk kerjasama antara lain meliputi bidang – bidang :
1.
Pemikiran : Kerjasama dibidang ini
dirancang untuk pengembangan pemikiran keislaman dan kemasyarakatan.
2. Sumber Daya Manusia:
Kerjasama dibidang ini ditekankan pada
pemanfaatan secara maksimal manusia – manusia PMII maupun NU.
3. Pelatihan : Kerjasama dibidang pelatihan ini dirancang
untuk pengembangan sumber daya manusia baik PMII maupun NU.
4.
Rintisan Program
:
Kerjasama dibidang ini berbentuk pengelolaan
suatu program secara bersama seperti program pengembangan ekonomi, program aksi
sosial, dll.
Implementasi
interdependensi PMII-NU ini merupakan hasil keputusan Musyawarah Kerja Nasional
PB PMII pada tanggal 24 Desember 1991 di Cimacan Jawa Barat. Keputusan dimaksudkan sebagai rujukan bagi
pengembangan kerjasama antara PMII dengan NU.[8])
Keputusan-keputusan lain yang dihasilkan oleh Mukernas kali ini antara
lain tentang:
1.
Majlis Pembina Nasional
2.
Kedudukan lembaga dan Ketua Lembaga
3.
Susunan PB.Kopri periode 1991-1994
4.
Komposisi PB.PMII periode 1991-1994
5.
Badan Pengembangan dan Kajian Lingkungan Hidup
6.
Tata Kerja PB.PMII periode 1991-1994
7.
Job Discription PB.PMII periode 1991-1994
8.
Program Kerja PB.PMII periode 1991-1994. [9]
Musyawarah Pimpinan (MUSPIM) I PMII
Musyawarah Pimpinan (MUSPIM)
PMII ini dilaksanakan pada tanggal 30 Desember 1992 di Cipayung Bogor Jawa
Barat, yang di ikuti oleh Koordinator Cabang seluruh Indonesia dan Cabang-Cabang PMII
besar yang di undang khusus untuk itu. Adapun materi yang dibahas dan
dihasilkan dalam Muspim kali ini antara lain:
1.
Penyempurnaan
atas Peraturan Organisasi “Pedoman Penyelenggaraan Permusyawaratan Organisasi”
(PPPO-PMII).
Keputusan
ini didasari oleh pemikiran, bahwa kualitas kepemimpinan organisasi ditentukan
antara lain oleh sistem kaderisasi yang terarah, terencana dan berkesinambungan
serta terefleksikan dalam proses rekrutmen kepemimpinan yang selektif atas
dasar prestasi dan obyektifitas.
Disamping
sistem kaderisasi yang demikan itu, iklim organisasi yang demokratis merupakan
faktor lain yang juga menentukan, maka perlu dilakukan beberapa ikhtiar sebagai
upaya demokratisasi dalam kehidupan organisasi melalui penyempurnaan mekanisme
permusyawaratan yang berlaku secara nasional dilingkungan organisasi PMII.
Keberadaan sebuah pedoman penyelenggaraan permusyawaratan organisasi (PPPO)
bagi PMII merupakan tuntutan konsolidasi sekaligus upaya peningkatan kualitas
organisasi.
Pedoman
penyelenggaraan permusyawaratan organisasi (PPPO) ini merupakan serangkaian
aturan mengenai penyelenggaraan permusyawaratan tertinggi ditingkat koordinator
Cabang, Cabang, Komisariat dan Rayon PMII secara Nasional. Hal ini dimaksudkan
untuk tujuan:
a.
Memberikan acuan yang jelas bagi penyelenggaraan
permusyawaratan organisasi tertinggi ditingkat Koordinator Cabang, Cabang,
Komisariat dan Rayon PMII.
b.
Mempermudah upaya pembinaan, pengembangan dan
pemantauan pelaksanaan kaderisasi dalam aspek rekrutmen kepemimpinan
organisasi.
c.
Menegakkan wibawa dan disiplin organisasi, serta
menumbuhkan kesadaran, semangat dan kegarahan berorganisasi dikalangan anggota.
2.
Kaedah
Keanggotaan PMII
Kaedah
Keanggotaan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ini merupakan penjabaran
dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMII, Khususnya yang berkenaan
dengan ketentuan keanggotaan. Peraturan Organisasi ini memuat
ketentuan-ketentuan tentang: Hak dan
Kewajiban Anggota, Perangkapan Keanggotaan, Penghargaan Keanggotaan,
Pemberhentian keanggotaan, Kategori Pemberhentian, Wewenang Pemberhentian dan
prosedur naik Banding.
3.
Kaedah
Pembentukan dan Pengguguran Cabang
Peraturan
Organisasi tentang Kaedah Pembentukan dan pengguguran Cabang PMII ini merupakan
penjabaran dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMII, khususnya yang
berkenaan dengan ketentuan pengurus cabang. Yang didalamnya memuat tentang:
Syarat Pembentukan Cabang, Wewenang Pembentukan cabang, Status dan Akreditasi,
Klasifikasi dan Kualifikasi Cabang, Pengguguran Cabang dan Keputusan
Pengguguran Cabamg.
4.
Kaedah Pelaporan
PMII
Peraturan
Organisasi tentang Kaedah Pelaporan PMII ini merupakan penjabaran dari Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMII khususnya yang berkaitan dengan ketentuan
pelaporan pengurus Koordinator Cabang dan Pengurus Cabang, yang didalamnya
memuat ketentuan tentang: Jenis-jenis laporan, Isi dan Waktu Laporan, yang
meliputi: Pelaporan kegiatan, Pelaporan Hasil Konfrensi, Pelaporan Pertanggung
jawaban, dan Pelaporan Pendataan Anggota.
5.
Strategi
Pengembangan Kelembagaan PMII
Strategi
Pengembangan Kelembagaan PMII ini merupakan konsep dasar mengenai optimalisasi
fungsi kelembagaan internal PMII dan pengembangan jaringan kelembagaan internal
maupun eksternal yang melingkupi PMII.
Kelembagaan
internal PMII mencakup seluruh perangkat organisasi di semua tingkatan yang
meliputi Majlis Pembina, Badan Pengurus Harian, Struktur Kopri, dan
lembaga-lembaga strategis dan / atau badan Fungsional. Sedangkan Kelembagaan
Eksternal adalah organisasi kemasyarakatan / organisasi Kemasyarakatan Pemuda
dan Instansi Pemerintah.
Maksud
Peraturan Organisasi tentang Strategi Pengembangan Kelembagaan PMII ini adalah
sebagai upaya penjabaran pola pembinaan, pengembangan, perjuangan PMII , khususnya
yang berkaitan dengan masalah struktur dan kelembagaan.
Sedangkan
tujuannya adalah sebagai pedoman pengembangan kelembagaan internal PMII dan
pengembangan jaringan kelembagaan Eksternal yang melingkupi PMII sebagai
jawaban atas dinamika internal dan tantangan eksternal organisasi dalam rangka
pencapaian tujuan PMII.
Dengan
strategi pengembangan kelembagaan PMII ini diharapkan dapat tercipta:
1.
Struktur dan aparat organisasi yang tertata dengan baik
sehingga dapat mewujudkan sistem dan mekanisme organisasi yang efektif dan
efisien, mampu mewadahi dinamika internal organisasi serta mampu merespon
dinamika dan perubahan eksternal.
2.
Kultur dan iklim yang mampu menciptakan suasana yang
sehat, dinamis dan kompetitif yang selalu dibimbing dan dibingkai oleh semangat
dzikir, fikir dan amal shaleh sehingga mampu meningkatkan kualitas pemikiran
dan prestasi, terbangunnya suasana kekeluargaan dalam menjalankan tugas suci
keorganisasian, kemasyarakatan dan kebangsaan.
Peraturan
organisasi ini memuat hal-hal tentang: Strategi Kelembagaan, Jaringan
Kelambagaan yang meliputi: Strategi Jaringan Intrnal: Pengurus Besar dan
Perangkat Organisasinya, Pengurus Koordinator Cabang dan Pengurus Cabang.
Strategi Jaringan Eksternal. Mekanisme Kelembagaan, Bentuk dan Wilayah Koordinasi,
Mekanisme kerja Lembaga atau Badan.[10]
[1] Diswana
Peranan Pendidikan Kader PMII Terhadap Pemahaman Kebangsaan , Kasus Pada
Anggota PMII Cabang Tasikmalaya STIT, Tasikmalaya, 1991, halaman 33
[2])
Effendi Choirie, PMII Antara Gerakan Pencerahan Dan Perebutan Kursi,
(Catatan Lepas Seorang Aktivis 1983 – 1994), Forum Humanika, Jakarta , 1994, halaman 47.
[3])
Ibid, Halaman 51
[4] Ibid,
Laporan Pertanggung jawaban PB PMII
[5] Hasil
Munas I Alumni PMII Di Jakarta tanggal 27-29 September 1988
[6] Effendy
Choirie, PMII antara Gerakan Pencerahan Dan Perebutan Kursi, (Catatan
lepas seorang aktivis 1983 – 1994) forum Humanika, Jakarta , 1994
[7] Dokumen
Historis PMII – Keputusan Kongres X PMII di Jakarta
[8]
Dokumen Historis PMII, Ketetapan dan Keputusan Kongres X PMII dan Hasil-hasil
Mukernas 26 Desember 1991 di Cimacan Jawa Barat
[9] Ibid,
Halaman 248-286
[10]) Ibid,
Halaman 251-291
Tidak ada komentar:
Posting Komentar